2020/12/31

2020 Journey

Tahun 2020 diawali dengan banjir besar di hampir semua area di Jakarta tempat saya tinggal bahkan di jalan protokol yang tidak biasanya terkena banjir. Sudirman, Thamrin, Cawang, Rasuna said sampai runaway Bandara Halim Perdana Kusumah.

Agustus 2019 saya booking tiket untuk trip Maret 2020 karena sedang ada promo diskon dari Tiket.com. Saya masih belum tahu mau jalan dengan siapa, belum ada teman yang berminat gabung.

Biasanya mendekati waktu trip atau jika punya waktu senggang browsing, saya akan menyusun itinerary, booking hotel, transport dan sebagainya. Tapi entah kenapa rasanya malassss sekali mengerjakannya dan memang sedang hectic dengan pekerjaan dan project yang menjadi tanggung jawab saya.

Januari 2020 saya baca mengenai wabah Covid-19 di Wuhan yang lokasinya tak terlalu jauh dengan destinasi trip saya tahun ini, maka saya mulai memantau apakah akan penutupan penerbangan. Saya mengajukan refund tapi ditolak. 4 Februari saya terima email bahwa penerbangan dibatalkan. Entah kenapa kali ini saya lega sekali gak jadi ngetrip, yang biasanya saya akan kesal.

Pertengahan Maret 2020, dengan merebaknya pandemi Covid-19 di Jakarta, kantor saya memutuskan kami untuk work form home (WFH) sampai saat tulisan ini dibuat (Desember 2020), sudah 9 bulan!! Namun tetap ada yang bisa disyukuri dengan peristiwa ini, dengan WFH maka proyek besar yang saya bersama tim kerjakan bisa diselesaikan karena tidak ada terbatas dengan jam kerja kantor. Komunikasi dengan tim lebih intens, bisa conferrence call kapanpun tanpa harus booking ruang meeting yang biasanya susah banget karena berebut dengan unit kerja lain.  

Dengan kerja di rumah mau tidak mau harus memasak untuk makan, memanfaatkan aplikasi resep mulailah belajar masak walau sampai saat ini belum mahir juga hehehe......

Dari pagi sampai siang masih bisa menikmati suara burung lewat jendela. Langit Jakarta membiru....udara lebih bersih. Diberitakan binatang2 yang dikira sudah punah ternyata bisa ditemukan. Keluarga berkumpul di rumah karena anak-anak belajar secara online, ayah ibu juga kerja dari rumah, yang biasa susah ketemu.

Banyak temuan kreatif menyiasati kondisi yang sebelumnya ide-ide tersebut tak pernah terpikirkan. Orang-orang menemukan hobi baru, seperti tanaman, memelihara ikan sampai membuka bisnis baru dan masih banyak lagi.

Walau begitu, banyak juga kendala tapi apapun kondisinya pasti ada kendala, yang penting adalah bagaimana kita menyikapinya. Apakah akan menjadi mandeg putus asa atau malah jadi kreatif memilirkan solusi yang sebelumnya tak pernah terbanyangkan. Semua itu kembali lagi ke pilihan yang diambil oleh masing-masing orang, karena hidup adalah pilihan.

Dulu hampir tiap minggu pasti nonton ke bioskop dekat rumah, tapi selama pandemi bioskop di Jakarta tutup total. Namun 1 atau 2 bulan lalu saya menemukan cara nonton bioskop tanpa harus ke luar rumah dan bahkan tiketnya lebih murah daripada ke bioskop. Saya nonton bioskop online yang memutar film baru.....sebuah pengalaman baru. Menjelang Natal, saya nonton film-film bertemakan Natal di Netflix, salah satunya yang menarik adalah Dash & Lily dan masih banyak pilihan film ataupun TV seri yang menarik sebagai hiburan untuk menimbangi kepenatan kerja karena justru dengan WFH, yang tidak ada batasan waktu kerja, malah lebih sibuk dibandingkan dengan jika work at office.

Setahun ini jadi tidak cuti sama sekali, tidak sempat traveling hanya beberapa kali mencoba virtual traveling salah salah satu yang berkesan adalah ‘mengunjungi’ Sistine Chapel di Vatican, dimana kita bisa melihat lukisan di dinding maupun langit-langit dari dekat, dulu waktu berkunjung secara fisik tidak mungkin dilakukan karena terlalu jauh atau terlalu tinggi. Amazing!....

Apapun situasi & kondisi, pilihan ada di kita sendiri apakah kita mau mensyukuri atau mengeluh dan mandeg. Sebentar lagi pergantian tahun 2021, yang masih belum jelas bagaimana tapi jangan lepas harapan....semoga 2021 pandemi ini berakhir dengan telah ditemukan dan dikembangkan vaksin, walau pada September 2020 ditemukan varian baru, mutasi dari virus covid di Inggris yang lebih ganas & cepat penyebarannya.



Selamat memasuki tahun 2021! Tetap sehat, semangat & penuh harapan, karena itu yang membuat kita hidup....

2019/12/26

Trip Korea Oktober 2019 – 2 days in Jeju

Selama di Jeju kami menginap di Orasung Hostel yang berada tak jauh dari Jeju Bus Terminal. Dari Jeju Airport juga hanya sekitar 20 menit saja naik bus. Hampir semua bus akan lewat terminal ini. Di halaman airport, kita akan menemukan lokasi pemberhentian bus. Setelah kita tahu nomor bus yang akan kita naiki, tinggal menunggu di lokasi tersebut. Ada petunjuk waktu tunggu yang diperlukan. Untungnya tujuan kami banyak pilihan nomor bus. Selama di Jeju kami naik bus dengan menggunakan T-Money. Seperti di kota lain, maka kita perlu melakukan tap saat naik maupun turun, agar jika kita pindah ke bus berikutnya bisa diperhitungkan, sering kali tidak perlu membayar lagi (saldo T-Money tidak dipotong).

Hari sudah gelap saat kami mendarat di Jeju. Kami diturunkan di depan terminal, agak bingung juga arah menuju hostel, untuk kami ketemu orang yang bisa ditanya yang ternyata juga menginap di hostel kami. Di Jeju lebih mudah untuk bertanya, karena banyak yang mengerti bahasa Inggris, petunjuk pemberhentian di buspun ada dalam bahasa Inggris, walau kadang hanya berupa tulisan saja tidak di suarakan. Jadi kami selalu memilih tempat duduk yang gampang melihat papan petunjuk agar tidak kelewatan tempat turunnya.

Akhirnya kami menemukan hostel tempat menginap, bangunan bertingkat hanya dengan tulisan korea yang tidak kami mengerti. Kami mendapat kamar di lantai 1. Penginapan diurus sekeluarga, kami diantar oleh anak pemiliknya, waktu kami naik tangga kami dipanggil-panggil oleh si ayah yang ternyata ingin memberikan segenggam jeruk jeju ke kami berdua. Waaaahhh sambutan yang meriah, mana jeruknya enak sekali. Sepertinya sedang panen jeruk di pulau ini.

Kamar kami bahkan lebih bagus dari yang sebelum-sebelumnya walau harganya lebih murah. Dalam kamar tersedia teko pemanas, kami diberi 2 botol air mineral, kopi, handuk lengkap seperti hotel berbintang. 

Esok paginya kami ke Jeongbang Falls. Berjalan kaki ke terminal bus kami baik bus menuju Seogwipo turun di Dongmum Rotary, berjalan ke arah pantai lalu belok ke kiri. Kita akan menemukan pintu masuk menuju air terjun. Beruntung hari itu sedang ada program gratis, jadi kami tidak perlu membayar (harga tiket 2.000 won). Untuk mencapai air terjun, kita melewati taman dan kios-kios penjual makanan, minuman dan suvenir. Yang terkenal jus jeruk dan jeruk jeju tentu saja. 


Jeongbang Falls
 Jeongbang Falls adalah air terjun yang airnya langsung mengalir ke laut. Jika ingin melihat dari dekat, maka harus menuruni tangga sampai ke pantai. Kami hanya foto-foto saja dari atas, cukuplah. Untuk foto juga harus menunggu, karena banyak orang lalu lalang. Bahasa Indonesia juga terdengar dimana-mana, serasa di negara  sendiri hehehe......

Selanjutnya kami berjalan kaki mengikuti Naver map, menuju Cheonjiyeon Falls yang berarti kolam dewa. Jika Jeongbang Falls airnya mengalir ke laut kalau yang ini ke kolam yang tenang. Kita bisa menikmati dengan duduk-duduk di tepi kolam. Tiket masuknya pun sama 2 ribu won, tapi hari ini kita tidak perlu membayar karena sedang ada promo, lumayanlah............


Cheonjiyeon Fall
Area Cheonjiyeon Falls rapi dengan deretan patung Dolhareubang, Dol berarti patung sedangkan Hareubang merupakan dialek Jeju yang berarti kakek, terbuat dari batu. Patung ini sudah ada sejak jaman Joseon tahun 1754, memiliki mata bulat, mulut tertutup dan topi tentara di kepalanya dan ke dua tangan di atas perut.Patung ini melambangkan pelindung penduduk dari bencana dan ketidakberuntungan, juga simbol kesuburan. Patung ini mudah kita temukan dimana-mana di Jeju. Kita juga dapat membelinya dalam bentuk gantungan kunci, magnet atapun patung dengan berbagai ukuran bahkan gambar pada T-shirt. 

Cheonjiyeon berarti langit dan bumi bertemu membentuk kolam yang indah. Penduduk lokal percaya bahwa air terjun ini memberi berkat kepada pengantin baru. Berkat yang mengaktifkan aura lancar rejeki dan ikatan cinta yang kekal. Cerita rakyat yang kemudian menyebar dan membuat banyak pasangan datang kesini.

Kami membeli souvenir di area Cheonjiyeon Falls, yang ternyata hanrganya ada yang lebih murah atau sama dengan yang dijual di pasar Dongmun Market yang katanya murah-murah. Area Seogwipo jauh dari Jeju City seperti menyeberangi pulau dari utara ke selatan. Beberapa destinasi menarik ada di area ini. Ada baiknya anda menginap di area ini, tapi ada berbagai destinasi menarik juga di area Jeju city tergantung mana yang lebih menarik minat. Seharusnya minimal 3 hari penuh sampai 5 hari untuk menjelajah Jeju, apalagi jika suka menikmati wisata alam. Mudah2an lain kali bisa kembali lagi ke sini.

Dari sini kami naik bus menuju Dongmun Market, dengan ganti bus sekali di Dongmum Rotary. Dongmun market sangat luas ada beberapa pintu masuk dan area. Ada area pasar ikan, pasar sayur, pasar makanan dan souvenir. Jika tujuan anda mencari oleh-oleh, masuklah dari Gate 3.

Hari terakhir di Jeju kami memutuskan untuk jalan-jalan di Halla Arboretum, yang merupakan botanic garden. Destinasi lain yang menarik letaknya cukup jauh, tidak memungkinkan dengan sisa waktu kami. Penerbangan kami pulang ke Jakarta jam 15.15 transit di Kuala Lumpur. Beruntung kami boleh checkout jam 1 siang, jadi masih bisa menggunakan kamar kami. 

Sebelum ke Halla Arboretum kami nyasar masuk ke Arboreum Theme Park, dimana ada beberapa lokasi foto-foto tematik, ada icon menara eiffel dan bos telpon merah icon London. Hutan dengan hiasan lampu lampu dan tempat mainan anak-anak. Sepi saat kami masuk, memang lebih menarik saat maham hari dengan lampu berbagai warna.  Halla Arboretumpun agak mengecewakan karena tidak ada bunga yang sedang mekar, hanya pohon-pohon saja. Kami berpapasan orang-orang yang berolah raga. Puas berkeliling, kami kembali ke penginapan dan bersiap ke airport. 

Halla Arboretum

Arboreum Theme Park
Destinasi lain yang menarik tapi tidak sempat kami kunjungi antara lain: Gimnyoung Maze Park, edolgae Rock, Yongduam Rock (Dragon Head Rock), Seongsan Ilchulbong (Seongsan Sunrise Peak), Halla Mountain, O’sulloc Tea Farm & Museum,  Jeju folk village, Teddy Bear Museum, Loveland.

Pukul 12.30 kami naik bus menuju airport dari Jeju terminal. Di airport setelah memasukkan bagasi teman saya, kami mampir ke sevel untuk refund sisa saldo T-Money kami. Sisa saldi dipotong 500 won untuk administrasi dan kartu dikembalikan ke kami.

Kami juga membeli kimchi untuk oleh-oleh dengan sisa uang won yang masih ada. Tapi ternyata saat pemeriksaan, kimchi tidak boleh di bawa, harus masuk ke bagasi. Jadi ya sudahlah kami relakan untuk diambil. Agak kesel juga sih, karena kan mereka tahu isinya kimchi. Kami kan tidak mungkin keluar lagi dan memasukkan ke bagasi yang sudah lewat. 

Dalam airport setelah imigrasi memang masih ada toko-toko souvenir, tapi harganya berlipat-lipat. Jadi kalau kalian mau membawa kimchi sebagai oleh-oleh, jangan lupa masukkan ke bagasi ya.....

Berakhirlah perjalanan liburan ke Korea kali ini. Salam travelling!

Trip Korea Oktober 2019 – 3 days in Busan

Selama di Busan kami kemana-mana naik bus karena lebih praktis daripada naik subway yang bagaimanapun harus menggunakan bus untuk sampai ke destinasi wisata, dengan berbekal info dari Naver Map. Sebelum memulai perjalanan hari ini, seperti biasa ngopi dulu dan isi air minum di lantai dasar. Di sebelah penginapan kami ada sevel, jadi kami mampir dulu beli bekal.

Tujuan pertama kami ke Gamcheon Culture village area perumahan kumuh yang diubah menjadi destinasi wisata warna warni, penuh dengan mural maupun patung-patung di sana sini, toko-toko suvenir cantik. Bangunan dan atappun dicat warna warni, karena letaknya yang naik turun jadi menarik kalau dilihat dari ketinggian. Kita dapat menemukan patung little prince yang memandang ke arah perumahan warna warni sebagai salah satu obyek foto. Kami membeli peta Gamcheon Culture village di little museum untuk berburu stamp dibeberapa titik lokasi, mengingatkan perjalanan di Jepang. 

Gamcheon Culture village

Gamcheon Culture village

Gamcheon Culture village
Untuk foto-foto kita harus sabar, antri bergantian dengan pengunjung lain. Perburuan stamp tidak berjalan lancar, entah stampnya hilang, tintanya kering, ya sudah lupakan saja. Kami menikmati keliling Gamcheon yang juga disebut Santorini of Korea atau Busan’s Machu Picchu. Untuk keluar dari kawasan ini, kami diberi tahu jalan pintas melalui tangga turun yang cukup curam dan tinggi, jadi harus hati-hati. 

Melewati warung yang menjual seafood noodle, kami memutuskan mampir untuk makan dulu. Kami hanya memesan 1 mangkuk saja karena porsinya yang cukup besar, tapi ternyata penjualnya memaksa kami membeli 2 porsi sambil ngomel panjang pendek yang tidak kami pahami. Ya sudahlah, kami makan saja. 1 porsi 4.000 won. 

Breakfast & lunch
Selesai makan, kami naik bus menuju Huinnyeoul Culture Village, kawasan pinggir pantai yang rapi dicat dan dihiasi mozaik yang membentuk berbagai lukisan. Cantik sekali. Di atas kawasan ini terdapat perumahan di atas tebing. Beberapa titik ada tangga naik, menuju jalan raya di atas.

Huinnyeoul Culture Village
Selanjutnya kami menuju pasar ikan terbesar di Korea, Jagalchi Fish Market. Berbagai penjual ikan segar maupun kering atau produk laut lainnya, sebagian ada di kios-kios di sepanjang jalan ada juga di dalam gedung 6 lantai. Pasarnya bersih sekali, ikan-ikan segar. Berbagai rumah makan yang menyediakan ikan, kerang, cumi, kepiting segar siap dimasak. Kita bisa bersantai duduk-duduk di pinggir pantai di halaman Jagalchi market. 

Jagalchi Fish Market

Jagalchi Fish Market
Busan International Film Festival (BIFF) Square berada di seberang Jagalchi Market. Kawasan ini hanya kecil saja, tapi kita bisa menemukan berbagai cetakan telapak tangan dan tanda tangan artis, sutradara dan pekerja perfilman dari tahun ke tahun BIFF. Berbagai gerobak penjual makanan yang bisa kita coba. Kami mencoba hoettoek, kudapan dari tepung yang digoreng lalu diisi berbagai kacang-kacangan dan gula merah, lalu chesnut bakar kesukaanku (1 kantong 3.000 won), kue mirip pukis tapi diisi kacang dan bentuknya kecil-kecil 1 biji sesuapan aja (2.000 won isi 10). Gerimis mengakhiri perjalanan kami hari pertama di Busan, kami memutuskan kembali ke penginapan.   

BIFF Square
Hari ke dua di Busan, hujan deras dan angin kencang sepanjang hari, membuat rencana kami bubar. Seharusnya setidaknya kami kedua tempat tapi akhirnya setelah berhujan-hujan ria kami hanya mengunjungi Yonggung-sa, sebuah kuil Budha di atas tebing laut. Bangunan utamanya pernah terbakar tahun 1592 tapi lalu dibangun lagi tahun 1930 dan terjaga dalam kondisi sangat bagus hingga kini.

Yonggung-sa
Yonggung-sa
Dari halte pemberhentian bus, kami masih harus jalan kaki ke dalam, berhujan-hujan. Pengunjung cukup ramai walaupun hujan. Angin yang kencang menyulitkan kami mengambil foto, bahkan untuk memegang payung saja perlu perjuangan. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke penginapan saja. 

Sebelum kembali ke penginapan, kami mampir ke CGV untuk mengeringkan sepatu yang basah di toiletnya hehehe......lalu keliling lihat-lihat pengen tahu bedanya dengan CGV di Jakarta. Kami mampir beli makan siang di BK. Menemukan Daisho, kami melihat-lihat, dan menemukan nasi instan yang tinggal dimasukkan ke microwave saja. Teman saya kegirangan ketemu nasi hahaha.......

Sampai di penginapan masih sekitar jam 2 siang, kami menghabiskan sisa hari itu dengan mengeringkan sepatu menggunakan hairdryer yang disediakan hotel.....hahaha....... sungguh hari yang tidak produktif.

Hari terakhir di Busan, pagi kami checkout dari kamar.  Sarapan nasi yang kemarin kami beli dari Daisho dan menitipkan koper di area publik, kami taruh begitu saja karena petugas penginapan belum datang. 

Saya menghitung waktu yang kami punya sebelum terbang ke Jeju pukul 17.05. Beberapa tempat yang menarik terlalu jauh, jadi kami memutuskan untuk ke Yongdusan Park dimana Busan Tower setinggi 120 meter berdiri.  Yongdu artinya kepala naga, san berarti gunung.

Busan Tower


Area Haeundae ternyata jauh dari destinasi wisata lainnya dan dari airport. Jadi saran saya lebih baik pilih penginapan di sekitar Jagalchi Market, akan lebih dekat kemana-mana.

Yongdusan Park cukup menarik tapi tidak cukup luas. Sisa hari kami habiskan di Haeundae beach yang belum sempat kami kunjungi walau dekat penginapan. Beberapa icon spot foto dapat kita temukan di pantai. Pantai rapi dan bersih, tersedia area penjual makanan dan minuman. Saya menemukan shower dengan koin di tepi pantai. 

Haeundae beach
Sekitar jam 2 siang kami berangkat ke airport menuju Pulau Jeju dengan Jeju Air. Berakhirlah kunjungan kami di Busan.

Trip Korea Oktober 2019 – Last Day in Seoul

Hari terakhir di Seoul, sore nanti kami akan menuju Busan naik Jeju Air jam 19.05. Jadi kami masih punya waktu jalan-jalan di Seoul. Transportasi dari Seoul ke Busan ada beberapa pilihan, naik bus memerlukan waktu sekitar 4 jam, naik Kereta cepat (KTX) seperti shinkansen sekitar 3,5 jam yang cukup mahal atau naik pesawat yang hanya 1 jam. Setelah membandingkan, kami memilih naik pesawat karena harga hanya beda sedikit dengan naik bus tapi waktu yg diperlukan jauh lebih singkat.

Kami packing karena harus check out sebelum jalan-jalan. Koper masih boleh dititipkan di penginapan, yg akan kami ambil akan kembali sekitar jam 4 sore. Sarapan belum siap padahal sudah jam 8.15, jadi kami mampir ke CU sebelum menuju stasiun KA, beli sandwich tuna untuk bekal. 

Rencana awal saya ingin mengunjungi Myeoungdong Cathedral yang sudah berusia 110 tahun dan merupakan bagunan Gothic pertama di Korea, tapi teman saya ingin melihat Masjid Central Seoul di Itaewon dan ada saya ingin ke Namsan Park sekaligus Seoul Tower. Jadilah kami naik subway line 6 turun di stasiun Itaewon keluar dari pintu exit 3, lalu lurus sekitar 100 meter, belok kanan sampai jalan Usadan-ro. Jalan terus sampai ketemu jalan Usadan-ro 10-gil, lalu belok kiri. Jalan terus sampai ketemu pertigaan, Masjid berada di pojokan sebelah kiri jalan. Awalnya kami agak ragu apakah kami sudah benar, karena jalanan sepi, beragam resto halal yg menyajikan menu berbagai negara masih tutup. Masjid tidak terlihat dari jalan, kita harus masuk dulu lalu naik tangga.....ta daaa.....di situlah masjid berdiri. 

Masjid Central Seoul
Saya menemani teman saya sholat di area sholat wanita di bagian atas. Dari lokasi ini kita perlu naik kursi untuk melihat mimbar dan ruang sholat masjid untuk laki-laki di bawah, karena pagar balkon ditutup setinggi badan orang dewasa. 

Keluar dari masjid, kami mencari resto yang buka, pengen makan nasi yang layak bukan sekedar gimbap. Tapi hanya 1 reso yang sudah buka, ya sudah kami masuk dan memesan Pilaf Chicken (9.000 won). Karena porsi cukup besar maka kami memesan 1 untuk berdua. 

Selesai makan, saya cek Naver map, jalan menuju ke Namsan Park. Agak repot untuk naik bus atau subway, jadi saya putuskan untuk jalan kaki saja, toh hanya sekitar 17 menit saja menurut peta. Walau saya memegang peta tapi beberapa kali ragu apa benar karena kadang dilewatkan jalan sempit dengan tangga naik...lalu lewat perumahan elit tapi tak ada pilihan selain mengikuti map karena gak ada yang bisa ditanya. Sepertinya kami melewati perumahan dari beberapa kedutaan negara lain, jalannya cukup melelahkan karena menanjak dan sedikit turunannya. Akhirnya ketemu dan sampai juga ke Namsan Park, yang lebih mirip hutan kecil. Beberapa petunjuk arah tersedia. Banyak yang joging atau sekedar jalan-jalan, ada juga area taman untuk anak-anak. Menyenangkan sekali punya hutan di dalam kota. 

Kami mengikuti petunjuk menuju Seoul Tower, kadang petunjuk hilang, kami putuskan mengikuti insting saja, kadang kena jalan buntu jadi harus balik lagi. Jalan juga tidak semua mulus, masih alami seperti kita naik gunung atau jalan di hutan begitulah...... untung teman saya masih bersabar mengikuti saya dan gak marah-marah kalau salah jalan atau jalan agak sulit. 



Sekitar lebih dari 1 jam akhirnya kami berhasil keluar dari hutan dan menemukan arah jalan ke Seoul Tower yang sekali lagi jalannya menanjak. Kami jalan pelan-pelan saja. Namsan Seoul Tower menjulang tinggi di puncak bukit. Tingginya 236,7 meter, kita bisa menikmati pemandangan kota Seoul, untuk naik ke Tower kita perlu membeli tiket 9.000 won untuk dewasa, buka dari jam 10.00 – 23.00. 

N Seoul Tower
Kami naik bus kuning nomor 2 untuk turun, tujuan selanjutnya ke Myeongdong, yang kata orang tempat belanja berbagai produk branded murah. Ternyata gak murah-murah amat, diskon hanya sekitar 10-20% saja, gak berasaaa hehehe..... Saya mencoba makan ice cream setinggi 32 cm, hanya 2.000 won saja, walau cuaca cukup dingin tak apalah. Teman saya coba beberapa kudapan yg dijual sepanjang jalan. Kami masuk ke supermarket Korea, untuk beli beberapa oleh2.

32 cm ice cream
Dari Myeongdong, kami lanjut ke Namdaemum keluar masuk toko. Beli beberapa souvenir, saya dapat topi cantik di sini. Teman saya malah ketemu temannya di Namdaemun. Puas keliling, kami menyudahi explore Seoul hari ini dan kembali ke penginapan. 

Sampai penginapan, memasukkan belanjaan ke koper, kami pamit ke pemilik penginapan menuju Gimpo Airport, naik subway line 5. Perjalanan menuju airport sekitar 1 jam. 

Penerbangan ke Busan memakan waktu 1 jam, pesawat sempat delay. Kami sampai Busan sekitar hampir jam 9 malam. Di Busan kami menginap di Kimchee Haeundae Guesthouse, yang lokasinya hanya 5 menit jalan kaki dari Haeundae Beach yang terkenal itu. 

Keluar dari Gimhae Airport di Busan, kita naik LRT untuk menuju kota yang berada di gedung seberang airport, lalu ganti metro line 2, Haeundae station. Perjalanan cukup jauh juga, belum lagi dalam gerimis kami mencari letak penginapan. Akhirnya ketemu juga si Kimchee ini. Kami mendapat kamar di lantai 7, mengambil kamar untuk berdua. Kamarnya cukup besar, nyaman, hanya saja semuanya harus self service. Ruang publik dan daput di lantai dasar. Tiap hari jika kita ingin tukar handuk baru, harus membawa turun handuk yang sudah dipakai. Jika mau ambil air minum, masak di dapur, minta tissue dll harus turun ke lantai dasar. Demikian kami mengawali Trip di Busan untuk 3 hari ke depan.

2019/12/19

Trip Korea Oktober 2019 – Seoul Day 3

Agenda pagi ini kami mau melihat istana. Sebelum berangkat saya cek Naver Map, lalu memutuskan untuk jalan kaki saja dari penginapan pagi ini. Kami berangkat jam 8, sarapan belum tersedia, tapi kami sudah ngopi bawaan dari rumah, jadi lumayanlah. Tujuan pertama adalah Gwanghwamun Square, dengan panjang 555 meter dan lebar 34 meter di pusat kota Seoul, dikelilingi gedung-gedung perkantoran yang tinggi dan persis di depan Gwanghwamun Gate, gerbang utama Gyeongbokgung Palace. Sangat kontras bangunan bersejarah diantara gedung pencakar langit. Di tengah alun-alun ini menjulang tinggi berdiri patung Admiral Yi Sun Shin and King Sejong, 2 tokoh penting dalam sejarah Korsel. Di sekelilingnya baru dibangun tenda-tenda stand, sepertinya akan ada acara bazar atau apa. Tenda ini agak mengganggu pengambilan foto, jadi kami tak banyak mengambil foto. Di alun-alun ini juga titik awal jalur Cheonggyecheon stream menuju Dongdaemun. 

Gwanghwamun Gate dari Gwanghwamun Square
Mengelilingi Gyeongbokgung Palace
Pintu gerbang Gwanghwamun, belum dibuka saat kami tiba, jadi kami memutuskan untuk berjalan santai mengelilingi tembok istana. Kami menemukan pintu masuk ke National Folk Museum of Korea. Kompleks museum cukup luas, beberapa bangunan menggambarkan kehidupan masyarakat Korea. Lalu kami masuk ke gedung museum, yang dibagi beberapa ruangan menurut era kehidupan masyarakat korea. Saya agak surprise karena tersedia brosur dalam bahasa Indonesia. Museum ini gratis. Cukup menyenangkan berkeliling di museum ini, hanya saja rencana hari ini cukup padat, maka kami tak lama. 



Di kota Seoul sendiri terdapat beberapa istana, yang letaknya saling berdekatan tapi jika tak punya waktu cukup maka pilih 1 atau 2 saja. Lagi pula saya sudah sering melihatnya di drama Korea, jadi hanya mentargetkan sebisanya saja. Teman sayapun beberapa tahun sebelumnya sudah pernah mengunjungi istana2 ini. 

Keluar dari kompleks museum, kami berjalan ke arah belakang kompleks istana Gyeongbokgung, di mana lokasi Blue House (Cheongwadae) berada. Bangunan kediaman presiden Korea Selatan. Kami melihat beberapa bus parkir di depannya. Ada penjaga (mungkin seperti paspampres) yang berjaga di seberang Cheongwadae. Saya bertanya ke salah satunya, apa boleh kami masuk. Ternyata harus reservasi secara online sebelumnya. Jadilah kami hanya foto2 sebentar dari seberang jalan. Di seberang jalan ini sudah diberi tanda spot foto terbaik. Kami harus antri bergantian dengan pengunjung lainnya. 

Blue House (Cheongwadae)
Melanjutkan perjalanan kami melihat banyak polisi berjaga-jaga. Ternyata sedang ada demo tak jauh dari Cheongwadae. Kalau di Jakarta mungkin ini spot demo seperti di monas, depan istana. Demo berlangsung tertib dan terorganisir, ada yang mengurus makan & minum pendemo, bahkan sepertinya mereka menginap di jalan, selimut & tenda masih terlihat. Kami bisa lewat dengan aman.

Kami menemukan pintu masuk ke istana, dan bertemu orang-orang yang menggunakan hanbok & pakaian tradisional Korea untuk laki-laki. Sampailah kami di National Palace MuseumMuseum berada di ketinggian, sehingga kami bisa melihat halaman istana Gyeongbokgung. Kami heran kenapa pintu belum dibuka dan tidak ada orang berkeliaran, padahal hari sudah lewat dari jam 10. Ya ampun ternyata hari itu hari Selasa, istana tutup. Memang agak aneh karena biasanya waktu tutup museum & bangunan sejenisnya adalah hari senin. Ya sudahlah, kami istirahat dulu sambil makan yang kami bawa, sebelum melanjutkan ke istana lainnya.

Teman saya sudah kecapekan jalan kaki, jadi saya cek Naver Map, bus ke arah Changdeokgung Palace. Ini pertama kalinya kami naik bus di Korea. Untuk naik bus kita harus tap T-money saat naik dan saat turun. Dengan melakukan tap saat turun, maka jika kita berpindah moda transportasi lain, baik bus ataupun subway maka akan diperhitungkan sebagai tiket terusan. Jadi kadang-kadang tidak dikenakan biaya pada transportasi berikutnya. Informasi mengenai Seoul subway bisa dibaca di sini. Dengan menggunakan T-Money kita akan mendapatkan harga lebih murah dibandingkan dengan membeli tiket per trip. Tarif yang dikenakan 1.250 won untuk 10 km pertama dan akan bertambah 100 won per 5 km. Jadi jika kita pergi untuk jarak pendek, maka akan jadi mahal. 

Dengan naik bus, sampailah kami di Changdeokgung Palace. Istana ini lebih kecil dibandingkan Gyeongbokgung, tapi istana ini bersebelahan atau menyambung dengan Changgyeonggung Palace. Tiket Changdeokgung 3.000 won, gratis untuk yang memakai hanbok. Jika ingin masuk ke Secret Garden maka harus membayar tiket masuk lagi. Tiket Changgyeonggung 1.000 won, areanya lebih kecil di banding Changdeokgung. Banyak pengunjung yang berdandan menggunakan hanbok dan yang laki-lakipun tak mau kalah. Memang di sekitar istana pasti dengan mudah kita temukan penyewaan kostum dengan berbagai model dan bahan. Kami jadi asik memperhatikan pakaian mereka. Beberapa kali kami mendengar pengunjung berbahasa Indonesia, rupanya banyak orang Indonesia sedang berlibur ke Korea. 



Puas berkeliling, tujuan selanjutnya kami menuju Bukchon Hanok Village, area pemukiman dengan lebih dari 900 Hanoks (rumah tradisional Korea). Pada jaman Joseon, banyak anggota kerajaan dan bangsawan yang tinggal di area ini. Di sini juga sering dijadikan lokasi shooting film dan drama TV. Karena ini area pemukiman maka pengunjung juga harus menghormati penduduk dan tidak berisik, maka di sana sini ada tanda untuk menjaga ketenangan. Setelah saya cek dari Naver map, kami jalan kaki menuju ke sana. Dalam perjalanan kami memutuskan untuk mampir makan di Subway dahulu. Saya memesan tuna sandwitch 4.900 won. 

Selesai makan, kami lanjut menuju Bukchon Hanok Village. Dalam perjalanan banyak toko-toko menjual souvenir, penyewaan hanbok dan pengunjung yang berpakaian hanbok. Kami berkeliling kompleks dan foto2, hari sudah sore dan agak mendung. 

Bukchon Hanok Village

Bukchon Hanok Village

Tak terasa kami jalan terlalu jauh, sampai tidak tahu arah. Sebenarnya saya ingin lanjut untuk jalan-jalan di Cheonggyecheon stream yang cantik di waktu malam. Tapi teman saya sudah menyerah kelelahan, minta kembali ke penginapan naik taxi. Memang hari ini kami jalan cukup jauh dari pagi sampai sore. 

Berakhirlah jalan-jalan hari ini, besok hari terakhir di Seoul menuju Busan. 

2019/11/14

Trip Korea Oktober 2019 – Seoul Day 2 (Garden of Morning Calm, Petite France dan Nami Island)

Hari ini destinasi kami adalah Garden of Morning Calm, Petite France dan Nami Island, letak ketiganya berdekatan. Sebenarnya kami dapat jatah sarapan dari hostel, tapi sarapan baru tersedia jam 8. Kami berangkat jam 7.30, setelah ngopi yang kami bawa dari Jakarta, tentunya lebih enak dibanding yg kemarin kami beli di stasiun dan makan kue mochi kami beli kemarin. Dalam perjalanan menuju stasiun Jongno3-ga, mampir di CU mini market. Saya membeli onigiri (₩ 900), teman saya membeli pisang untuk dibawa.

Dari stasiun Jongno3-ga kami naik line 1 menuju Stasiun Gapyeong, transit di Cheongnyangni (6 stop) lalu transit ke line Gyuongchun (G), tapi kami salah naik kereta Gyeongul Jungang Line (GJ), keduanya sama-sama warna hijau hanya beda G warna hijaunya lebih tua. Saya baru sadar kalau kami salah kereta setelah jauh sekali, sekitar 45 menit perjalanan. Kami turun dan kembali ke stasiun transit Mangu, lalu ganti kereta ke Gapyeong. Hadeuh.....1,5 jam waktu terbuang. 

Ketiga destinasi tujuan kami dapat dicapai dengan naik bus Gapyeong city tour dengan harga tiket untuk 1 hari ₩ 6.000. kita bisa membayar tunai langsung ke sopir bus atau pakai T-Money. Keluar dari stasiun Gapyeong, kami langsung naik ke bus warna merah di depan stasiun yang siap berangkat (10.50). Saya memilih rute terjauh dahulu baru dari Garden of Morning Calm (GMC), Petite France lalu Nami Island. Saya mengambil brosur yang memuat jadwal bus, untuk mengatur berapa lama kami berada di masing-masing destinasi, agar tidak tertinggal bus terkahir kembali ke stasiun Gapyeong (jam 19.15 dari Nami Island).

Gapyeon City Bus

Perjalanan menuju GMC memakan waktu 1 jam 15 menit. Sebagian besar penumpang turun di Nami Island yang hanya 5 menit telah sampai. Sepanjang perjalanan menuju GMC, jalan berkelok-kelok, naik turun dan sempit hanya muat 2 mobil untuk 2 arah. Sudah jam 12 siang saat kami sampai di GMC. Perut lapar, kami mampir membeli Tteokbokki (kue beras dengan kuah pedas), harganya ₩ 3.000 untuk 1 cup, isinya cukup membuat kenyang, teman saya juga membeli sate cumi bakar. Kami makan sambil keliling GMC, tiketnya seharga ₩ 9.500.

Garden of Morning Calm
Garden of Morning Calm adalah kebun milik pribadi, mulai dibuka 11 Mei 1996. jam operasional 8.30 sampai sunset. Namanya diambil dari judul puisi sastrawan India, Rabindranath Tagore, The Land of Morning Calm. Taman dibagi menjadi beberapa area tematik seperti bonsai garden, rock garden, korean garden, pond garden, road to heaven, wild flower garden, herb garden dan lain-lain. Inginnya kami melihat daun-daun sudah berubah warna merag, orange, kuning, tapi rupanya masih belum banyak yang berubah warna. Beruntung kami ketemu 1 pohon cantik yang sudah berubah merah kuning daunnya. Kami menikmati jalan-jalan kami sambil makan dan sesekali berhenti mengambil foto. Tentunya GMC juga menjadi lokasi shooting beberapa drakor, seperti love in the moonlight, a love to kill, dll. Belakangan saya baru tahu untuk menuju ke GMC lebih dekat jika naik busnya dari stasiun Cheingpyeong, 2 stasiun sebelum Gapyeong jika dari arah Seoul.


Beberapa menit sebelum pukul 14.00 kami sudah siap di tempat parkir bus, untuk menuju Petite France, perjalanan sekitar 50 menit. Petite France adalah taman dengan tema Perancis utamanya little prince (tahu kan judul buku anak-anak terkenal). Bangunan-bangunan, pernak-pernik perancis ada di sini. Banyak spot foto cantik ada di sini, seperti traditional french house, european doll house, maison de Marie & Jean, saint exupery memorial hall, mini Eiffel dan lainnya. Tamannya tidak terlalu besar, kecuali jika punya waktu cukup lama ada jalur dengan nama Bonjour Walkway untuk dijelajahi. Beberapa drakor juga mengambil lokasi shooting di sini, my love from the star, secret garden, dll. Jam operasional Petite France mulai jam 9 sampai 18.00 dengan tiket ₩ 10.000. Kami hanya 1 jam disini untuk mengejar bus jam 15.50 menuju Nami Island. 



Perjalanan ke Nami Island memakan waktu 25 menit. Dari halte bus menuju loket cukup jauh, ikuti saja jalur untuk pejalan kaki. Tiket seharga ₩ 13.000, termasuk tiket ferry. Jadwal ferry mulai 7.30 – 9.00 setiap 30 menit, jam 9.00 – 18.00 setiap 10-20 menit, sedangkan jam 18.00 – 21.40 tiap 30 menit. Pilihan selain naik ferry, jika punya nyali dan uang lebih adalah naik zip-wire dengan harga ₩ 44.000. Seperti diketahui Nami Island adalah lokasi shooting drakor Winter Sonata yang fenomenal. Nama Nami berasal dari nama Jendral Nami yang meninggal dalam usia 26 tahun. Berada di 63 km dari Seoul, di tengah sungai Han, di danau Cheongpyeong. Nami Island mendapat predikat taman ramah anak dari UNICEF. 

Menjelajahi Nami Island, ikuti saja poros tengah pulau, maka tidak akan terlewatkan spot-spot yang bisa kita nikmati. Jangan lewatkan Ginkgo tree lane, metasequoia lane dan patung winter sonata, juga kantor pos nami. 




Jam 18.30 kami sudah berada di dermaga, takut tertinggal bus terakhir. Tak lama kemudian ferry datang. Dalam dingin kami menunggu bus terakhir di halte sekitar 30 menit. Kami kembali naik kereta, rupanya kereta Gapyeong bukan dalam jalur subway, jadi di stasiun Mangu kita harus pindah ke jalur subway untuk kembali ke Seoul. Karena hari sudah malam dan jalur ini merupakan jalur luar kota Seoul, waktu tunggu kereta cukup lama. Kami menunggu dalam kondisi kedinginan dan lelah. Kami baru dapat kereta sekitar jam 20.00 dan sampai di penginapan jam 22.00, transit di Mangu dan Cheongnyangni.
Demikian hari kedua di Seoul berakhir. 2 lokasi cantik lainnya yang bisa dikunjungi di area ini adalah Edelweiss Swiss Theme Park dan Jade Garden. Tentunya tidak bisa dikunjungi semua sekaligus dalam hari yang sama. 

2019/11/08

Trip Korea Oktober 2019 – Seoul Day 1

Saya berangkat ke Bandara Sukarno Hatta menggunakan KA Bandara yg kebetulan sekali sedang ada promo dengan peresmian Stasiun Manggarai sebagai salah satu stasiun KA Bandara, harga promo Rp.40 ribu saja. Saya berangkat dari Stasiun Sudirman Baru, dg harga promo Rp.40 ribu juga. KA sepi untuk keberangkatan siang itu.


Kami naik Air Asia transit di KL dan sampai di Incheon, Seoul esok harinya hampir pukul 9 pagi setempat. Antrian imigrasi cukup panjang. Kita diambil foto wajah & sidik 2 jari kiri kanan, yang nantinya menjadi verifikasi saat kita keluar dari Korsel.

Keluar dari imigrasi, tak menunggu lama bagasi teman saya sudah bisa diambil. Seperti biasa saya tidak membeli bagasi, hanya koper kabin saja

Di convenience store loby bandara, kami membeli T-Money yaitu kartu prepaid untuk transportasi selama trip kami di Korsel. Kartu dijual seharga ₩ 4.000, lalu kami top-up ₩20.000. Top-up dapat dilakukan di semua convenience store atau mesin di stasiun subway. Ternyata sebelum gate KA bandara tersedia beberapa mesin penjual kartu T-Money dengan harga yang sama.

Dari Incheon Airport ada 2 jenis KA, express & yg berhenti di tiap stasiun, tentunya dengan harga & kecepatan yg berbeda. Kami memilih naik Airport All Stop Train di Incheon untuk menuju ke penginapan. KA bandara berakhir di Seoul Station, dari situ kami transit Subway line 1 menuju stasiun Jongno3-ga (3 stop), stasiun terdekat ke penginapan kami, Hostel Chloe Jongno, hanya 10 menit jalan kaki. Penginapan ada di lantai 3 & 4 dengan lift barang saja. 

Check in ke kamar baru bisa jam 15.00, tapi kami boleh nitip koper dahulu. Setelah menyelesaikan pembayaran, numpang ke toilet dan mengisi air minum, kami pamit jalan-jalan dulu.

Tujuan kami hari ini: Ihwa Village – Naksan Trail – Dongdaemun Area – Cheonggyecheon Stream. Kami naik subway dari stasiun Jongno3-ga, line 1 transit di Dongdaemun (2 stop), ganti line 4 turun 1 stop di stasiun Hyehwa keluar exit 2. Sebelum keluar stasiun kami membeli kopi ₩ 1.500, gak enak sama sekali. 

Ternyata ada Car Free Day (CFD) juga di Seoul, sepanjang jalan banyak orang dan anak-anak berolah raga, bermain, bahkan ada yg menggelar meja tenis. Kami jalan & melihat banyak orang berkerumun di taman (Marrronnier Park). Ada yang menjual buah, sayur, produk buatan sendiri dari selai, madu, salad dressing, roti handmade, kopi dan lain-lain. Ada juga area panggung musik, saat itu lagu jazz yg sedang dinyanyikan. Orang-orang duduk sambil mengudap, menikmati sajian musik. Di sisi lain ada area bermain anak-anak dengan orang tua yg mengawasi dari pinggir. Minggu yang santai, sangat menyenangkan.

Marronnier Park, Seoul
Kamipun tertarik dengan stand yang menyajikan sandwitch isi sayuran, jamur yang dimasak dengan keju mozarella, setelah sebelumnya memastikan tidak diisi dengan daging. Beruntung orang di depan kami yg sedang antri bisa menerjemahkan pertanyaan kami. Rotinya sepertinya buatan sendiri, lembut sekali dan mengandung kacang merah, tidak biasa. Sayuran juga terasa segar, seperti baru dipetik. Kami membeli 1 saja, dibagi 2 karena cukup besar. Harga ₩ 9.000. 

Mushroom & cheese sandwitch
Sambil makan kami jalan kaki menuju ke Ihwa Village, setelah menghidupkan sim card roaming yg kami beli dari Jakarta, ternyata berfungsi dengan baik. Ihwa Village adalah area penuh mural pada dinding bangunan sepanjang jalan, dan menjadi destinasi wisata serta spot foto. Selain mural, lukisan, ada juga patung atau instalasi dari besi. Kami berpapasan dengan beberapa rombongan tur, dengan jalan naik turun yang cukup menguras tenaga. 

Ihwa village - Naksan trail
Selesai keliling dan foto2 di Ihwa Village, tujuan berikutnya ke Heunginjimun Gate, salah satu pintu gerbang pada Seoul Wall yaitu gerbang timur (Dongdaemun) yang dibangun pada tahun ke-6 masa pemerintahan Kaisar Gojong 1869). Seoul memang dikelilingi dengan tembok pertahanan pada jaman dahulu, saat ini masih ada yang berdiri dari hasil restorasi. Dalam perjalanan menuju gerbang, kami melewati Sung Kyun Kwan University (SKKU), universitas sejak jaman Joseon (1398), kalau pernah nonton drama Korea (drakor) pasti paham. Sayangnya bangunan sudah berubah modern, tahun 1950 terjadi kebakaran dan setelah itu beberapa pembangunan dilakukan. Berikutnya kami lewat City Wall Museum (museum.seoul.kr). kami hanya berfoto di depannya saja. Seoul City Wall dibangun pada 1396, dan telah melindungi Seoul selama 600 tahun. Melanjutkan perjalanan, akhirnya kami akhirnya sampai ke gerbang Heunginjimun. Agak susah mengambil foto depan gerbang, karena pas di pinggir jalan raya, area yang lapang malah di belakang gerbang yang tertutup dengan tembok.

SKKU - Seoul City Wall - Heunginjimun gate
Kami menyeberang lewat jalan bawah tanah menuju gedung Migliore, sebelah Doota Mall dan bersebrangan dengan Dongdaemun Design Plaza (DDP). Kami memutuskan mampir ke food court-nya untuk makan dulu. Keliling food court, kami melihat porsi makanannya sangat besar untuk ukuran kami. Akhirnya memutuskan membeli paket ikan bakar, 1 porsi untuk berdua ₩ 9.500. 


Selesai makan, kami keluar masuk shoping mall di Dongdaemun, selain melihat2 yang dijual di sepanjang jalan. Kami menemukan toko suvenir yang ternyata penjualnya orang Indonesia juga.

DDP merupakan bangunan dengan design unik bulat, karena lebar maka agak susah untuk difoto dari dekat. Kalaupun difoto dari seberang jalan, akan terganggu banyaknya mobil bersliweran. Jadi dinikmati saja karya arsitektur Zaha Hadid. 


Hari sudah sore dan mulai dingin, lelah berjalan, sebelum pulang kami menelusuri Cheonggyecheon stream, icon kota Seoul sebelum balik ke penginapan. Panjangnya 10,84 km dari Gwanghwamun gate sampai Dongdaemun. Kami turun ke pinggir sungai, mulai ramai orang duduk-duduk di pinggir sungai. Dari yang saya baca, beberapa bagian Cheonggyecheon stream yang menarik antara lain wall of hope (dinding yang disediakan untuk warga menuliskan harapannya), wall of proposal (layar yang disediakan untuk melamar), Seoul latern festival digelar di sini selama 2 minggu pada bulan November. Sayang kami tidak tinggal sampai malam, untuk melihat lampu-lampu cantik.


Sampai di penginapan koper-koper kami sudah ada di kamar lantai 4. Kamarnya kecil tapi cukup lengkap fasilitasnya dan bersih. Ada dapur lengkap dengan peralatannya di lantai kami, yang bisa kita pakai. Berakhirlah hari pertama kami di Seoul. Istirahat dulu ya...... 



2019/10/28

Persiapan & Itinerary Trip Korea Oktober 2019

Setelah mendapat visa, saya baru melakukan persiapan trip lebih lanjut:
  • Menentukan rute kota dari Jakarta – Seoul – Busan – Jeju – Jakarta.
  • Booking penginapan seperti biasa melalui booking.com. Trip kali ini saya berdua dengan teman SMA, yang belum pernah backpacking, jadi kami memutuskan booking kamar untuk berdua bukan dormitory.
  • Booking transportasi antar kota, dari Seoul ke Busan ada 3 alternatif yaitu dengan KTX (kereta cepat) yang harganya 53.00 won sekali jalan, bus dengan durasi perjalanan sekitar 3 – 4 jam harga sekitar 34.000 won atau naik pesawat dengan durasi 1 jam saja. Kebetulan saat saya bandingkan antara bus dan pesawat hanya beda sedikit sehingga saya putuskan untuk naik pesawat saja. Dari Busan ke Jeju kami juga naik Jeju Air. Pembelian tiket Jeju Air di website Jeju Air tidak menerima kartu kredit/debit di luar Korea, akhirnya saya membeli dari Tiket.com.
  • Biasanya trip luar negeri saya hanya mengandalkan wifi penginapan saja, tapi dengan begitu saya perlu membuat itinerary yang sangat detail sebelum berangkat. Kali ini saya tidak punya waktu banyak untuk browsing, jadi saya putuskan untuk membeli paket data internet yang bisa digunakan di Korea tanpa menggunakan data roaming nomor Indonesia. Saya membeli sim card untuk Korea di salah satu aplikasi shopping online. Untuk paket data unlimited 10 hari di Korea seharga Rp.140 ribu. 
 
Sim Card
  • Sehubungan dengan google map tidak bisa digunakan di Korea, maka saya install aplikasi Naver Map yang nantinya akan sangat membantu perjalanan kami dengan naik transportasi umum maupun jalan kaki.
  • Membeli tiket KA Bandara Soetta yang sedang promo sehubungan pembukaan stasiun Manggarai untuk KA Bandara Rp.40.000,-


Berikut itinerary trip Korea kami yang mengalami perubahan dari rencana karena faktor cuaca ataupun kondisi kami.
Day 1 – Jakarta – Kuala Lumpur dengan Air Asia.
Day 2 – Kuala Lumpur – Seoul Incheon dengan Air Asia.
            Menuju penginapan Hostel Chloe Jongno, kami menginap 3 malam selama di                      Seoul.
            Marrronnier Park – Ihwa Village – Naksan Park – Dongdaemun Area –    
            Cheonggyecheon Stream.
Day 3 – Garden of Morning Calm – Petite France – Nami Island
Day 4 – Gwanghwamun Square
            National Palace Museum of Korea
            National Folk Museum of Korea
            The Presidency House (Cheongwadae)
            Gyeongbokgung Palace yg ternyata tutup hari selasa
            National Museum of Korea Contemporary History
            Changdeokgung Palace
            Changgyeonggung Palace
  Bukchon Hanok Village
Day 5 –  Masjid Central Seoul di Itaewon
            Namsan Park
            Namsan Seoul Tower
  Myeongdong street
            Namdaemun market        
            Seoul Gimpo Airport – Busan dengan Jeju Air
            Menginap di Kimchee Haeundae Guesthouse Busan selama 3 malam
Day 6 - Gamcheon Culture Village
            Huinnyoul Munhwa Maul (White Ford Cultural Village)
            Jagalchi Fish Market
            Busan International Film Festival Square
Day 7 - Yonggung-sa (kuil Budha di tebing atas laut dengan lambang swastika)
            Hujan seharian membatalkan rencana ke Taejongdae park.
Day 8 - Yongdusan Park – Busan Tower
            Busan Gimhae Airport – Jeju dengan Jeju Air
            Menginap di Orasung Motel selama 2 malam
Day 9 -  Jeongbang Falls
            Cheonjiyeon Falls
            Dongmun Market
Day 10 – Halla Arboretum
             Jeju – Kuala Lumpur – Jakarta

Silahkan ikut catatan perjalanan per hari pada tulisan berikutnya.