2016/04/20

Menginap di Desa Adat Takpala - Alor

Telah lama saya tidak posting di blog ini. Beberapa trip terlewatkan, belum sempat di-posting. Kali ini saya ingin menulis trip ke Alor, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Alor, sudah menjadi destinasi impian saya sejak lama, September 2015 saya berkesempatan mengikuti Festival Adventure Indonesia di Alor. 

Alor bisa dicapai dengan pesawat via Kupang, rute saya Jakarta - Kupang - Kalabahi yang berupakan ibukota Alor. Alternatif lain menggunakan kapal. 

Kabupaten Alor merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 20 pulau. 9 pulau yang telah dihuni penduduk, yakni : Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Pura, Pulau Tereweng, Pulau Ternate, Kepa, Pulau Buaya, Pulau Kangge dan Pulau Kura. 11 pulau lainnya masih kosong.

Kami rombongan festival, menginap semalam di desa adat Takpala, tempat sukui Abui. Lokasinya sekitar 30 kilometer dari Kalabahi, di Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Tengah Utara, berada diatas gunung yang berhadapan langsung dengan keindahan Teluk Takpala. 

Kami naik truk satpol PP yang disediakan panitia. Cara lain ke desa ini:

  • Menggunakan ojek dari Bandar Udara Mali,Alor atau 
  • Naik bus jurusan Bukapiting dari terminal Kalabahi sekitar 20 menit, turun di Takalelang, lalu berjalan menuju kampung adat ini sekitar 15 menit. 
Kampung Tradisional Takpala

Sambutan suku Abui di desa Takpala, Alor


Memasuki desa, kami disambut dengan tari lego-lego, khas Alor. Warga desa menari sambil memeluk pinggang atau bahu orang di kiri & kanannya, berputar mengelilingi moko-moko yang berada di tengah lapangan, diiringi tetabuhan gong & moko. Moko ini merupakan harta karun bagi suku ini. Lalu dilanjutkan dengan tarian peperangan.


Tari Lego-lego
Takpala warrior

Moko-moko

Moko ini digunakan sebagai mas kawin, juga sebagai alat musik pada setiap upacara adat. Orang Alor percaya bahwa Moko berasal dari tanah dan hanya dimiliki para bangsawan karena nilainya sangat tinggi. Menurut cerita, jika warga suku Abui menikah dengan orang di luar suku maka harus memberi Moko sebagai mas kawin. 

Di Museum 1.000 moko di jl. Diponegoro, Kalabahi tersimpan satu-satunya moko yang paling besar yang disebut moko nekara yang ditemukan Simon J Oil Balol berdasarkan petunjuk mimpi. 23 moko ukuran kecil, alat tenun, kain tenun,  gerabah, alat nelayan tradisional, alat pertanian, meriam portugis, senjata peninggalan Jepang, baju adat, alat berburu tradisional. Museum ini diresmikan pada tanggal 4 Mei 2004.

Selesai upacara penyambutan, kami dipersilakan makan pisang, singkong, ubi rebus, beserta sambel untuk dicocol dan kopi. Meskipun hidangan sederhana, namun rasanya sedap sekali.


Kudapan sore...nikmat....
Takpala memiliki 12 rumah adat yang tak berdinding, mereka menyimpan bahan makanan serta barang berharganya di bawah atap ijuk, sedangkan hewan peliharaan berada di bagian bawah. Untuk tempat tidur, harus naik tangga terlebih dahulu. 

Terdapat pula beberapa kamar mandi & toilet di samping rumah, namun tidak ada listrik di desa ini. Pernah akan dipasang listrik namun tidak berhasil menyala, bahkan gensetpun tidak bisa menyala disini. Jika memerlukan penerangan menggunakan lampu/senter dengan baterai. 

Tidak semua warga tinggal di sini, sebagian tinggal di desa di bawahnya, mereka juga bersekolah. Dan masih banyak yang tersebar di beberapa daerah lainnya. 

Takpala merupakan tujuan wisata Alor yang telah ditata cukup baik. Masuk kawasan Takpala tidak dipungut retribusi sedikit pun. 


Rumah suku Abui di Takpala


2 rumah keramat
Ada 2 rumah keramat yang berdinding yang disebut Kolwat dan kanuarwat. Hanya orang tertentu saja yang boleh memasukinya dan pada saat-saat tertentu, misalnya akan mulai musim tanam, membuka ladang dan sebagainya.


beginilah kami tidur di rumah adat

Udara cukup dingin, dan banyak angin, kami tidur dengan diiringi nyanyian warga desa menumbuk padi sampai tengah malam.

Pagi hari kami terbangun dengan bunyi burung2 bernyanyi dan warga desa sibuk memasak untuk makan pagi kami. Memasak dengan cara tradisional, menggunakan kayu dan hanya merebus atau bakar, tidak ada gorengan.


Memasak dengan kayu
Membantu Ibu

Setelah sarapan, mereka buka lapak, menjual kain hasil tenunan sendiri dan beberapa kerajinan. Mereka juga menyewakan bagi yg ingin foto menggunakan baju adat mereka.

Pasar dadakan


Perempuan suku Abui, kecuali yg di tenggah ;)
Wanita tertua suku Abui
Selesai makan pagi, berbelanja, foto-foto dan berberes, kami menuju ke destinasi selanjutnya yaitu desa adat suku kayu Kabola.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar