2015/08/27

India Trip July'15 - Leh (2)

Pagi-pagi Lany sudah bangun, janjian dengan Laura mau ikut kelas Yoga di Mahabodi Yoga Center, Changspa Road. Saya berdua Sisca pergi sarapan di Open Hand Cafe yang ada di depan penginapan. Cafenya cantik sekali, selain makanan minuman juga menjual pakaian, tas, kerajian dan pernak-pernik dengan desain unik. 

Yang penting ada fasilitas wifi-nya karena sudah beberapa hari kami tidak dapat akses internet,  bahkan di penginapan, katanya internet di Leh semuanya mati.
Beruntung kami dapat akses internet di cafe itu. Kami memesan pancake, kopi dan teh untuk sarapan.

Breakfast @Open Hand Cafe, Leh

Selesai sarapan, kami menuju Pashmina Hut, sesuai janji dengan Mir. Sepajang jalan banyak orang Ladakh ramah menyapa "Julley", sapaan yang memiliki banyak arti, hallo, apa kabar, selamat datang/pagi/siang/malam, terima kasih, dsb. 

Berada di Ladakh serasa bukan bagian dari India, secara fisik orang Ladakh lebih mirip orang Tibet, merekapun jauh lebih ramah ketimbang orang India di Delhi misalnya. Juga lebih jujur dan baik hati. Leh kota turis, karenanya penduduk sudah terbiasa dengan orang asing. Bahkan pariwisata merupakan mata pencaharian mereka, jadi memang tepat jika mereka bersikap ramah ke pengunjung. 

Mir belum datang, jadi kami putuskan untuk pergi sendiri ke Tourist Information Centre (TIC) yang ternyata tidak jauh dari toko Mir. Di TIC kami diberitahu kalau ada perubahan aturan, pengurusan permit harus melalui travel agent dan bukan di TIC tapi di Office District Magistrate (ODM). Di TIC ada 1 ruangan yang dijadikan museum tentang Ladakh, kami melihat-lihat sebentar sebelum pergi.

Leh Tourist Information Centre
Kami kembali ke toko Mir, kami ceritakan tentang permit harus lewat travel agent. Lalu kami diantar ke Changspa Road, travel agent temannya Ladakh Journey belum buka, jadi kami ke travel di sebelahnya, Venture Ladakh.

Untuk mengurus PAP, kami harus memberikan passport & kartu Environmental Fee yang telah kita bayar sebelum masuk Leh, dengan kartu ini dapat mengurangi biaya PAP. Jika hilang maka harus membayar fee yang sama. Destinasi yang dikunjungi dan durasi ijperin mempengaruhi biaya permit. Travel mengenakan biaya pengurusan INR 500 untuk 1 grup permit. 

Kami diminta untuk mengambil trip ke Nubra di travel itu, karena dengan mengurus PAP mereka bertanggung jawab terhadap pemberian PAP tsb. Kebetulan kami memang harus mencari shared taxi karena pembatalan kemarin. 

Pengajuan PAP seharusnya bisa dari internet tapi internet di Leh sedang mati, jadi travel harus urus langsung dan input di komputer kantor ODM.  

Trip ke Nubra bisa dilakukan dalam 1 hari, tapi kami ambil trip 2 hari dan menginap semalam di Nubra. Biasanya travel-travel akan menempel pengumuman butuh berapa orang lagi untuk share, semakin banyak orang bergabung, ongkos akan makin murah. Tinggal jadwalnya dan tujuannya cocok atau tidak.

Kami kembali ke penginapan. Kami beritahu ke pemilik penginapan kalau kami sudah urus PAP & shared taxi di travel agent, tapi masih kurang orang jadi saya berikan kartu nama travel, kalau ada yang mau gabung.

Lany masih belum kembali dari yoga. Sambil menunggu dia pulang, kami putuskan makan siang di Open Hand Cafe lagi. Kami memesan vegeterian fried rice & omelet, porsinya banyak sampai tidak habis. Lany datang dan makan di situ juga. Internet ternyata sudah tidak bisa diakses lagi. Tadi pagi kami beruntung masih dapat akses.

Selesai makan kami berangkat ke travel lagi. Baru beberapa meter, Lany tidak bisa lanjut, sakit kepala katanya, dia mau balik ke kamar saja. Sepertinya kecapekan setelah ikut yoga selama 3 jam, terlau semangat.....

Saya berdua Sisca lanjut ke travel. Kami diminta untuk kembali sekitar jam 6 sore, sekalian memastikan biaya transport dibagi berapa orang untuk ke Nubra Valley besok pagi. 

Changspa Road on the way to Shanti Stupa
Kami putuskan ke Shanti Stupa yang tidak jauh dari Changspa. Terletak di ketinggian 4.267 meter, kita bisa melihat kota Leh dan sekitarnya. Kita harus mendaki sekitar 500 tangga untuk mencapainya.

Hari masih panas, jadi kami duduk-duduk dahulu sebelum mendaki sampai agak sore. Kami mengobrol dengan keluarga dari Florence, Italy, ayah, ibu dan anak perempuannya mungkin 10 tahun yang ternyata sering mengunjungi Indonesia. Malah beberapa destinasi yang belum kami kunjungi. Si Ibu bercerita kalau anaknya suka sekali Indonesia terutama lautnya. 



Shanti Stupa berkubah putih, dibangun mulai tahun 1983 oleh biksu Jepang dan Ladakh, diresmikan Agustus 1991 oleh Dalai Lama. Bertujuan untuk memperingati 2500 tahun agama Budha, perdamaian dan kemakmuran dunia. 

Konstruksinya berbeda dengan arsitektur gaya Ladakh. Terdiri dari 2 tingkat, tangga mengarah ke tingkat pertama terdapat Dharmchakra, seperti dalam pita putih dari bendera India dengan dua rusa di setiap sisi, juga gambar Sang Budha dalam warna emas.
Pada tingkat kedua menggambarkan kelahiran Budha, mengalahkan setan dengan meditasi, Sang Budha wafat, semuanya dalam warna cerah.




Dari Shanti Stupa kita bisa melihat Leh, Istana Leh, Lembah Indus, beberapa desa di sekelilingnya.

Turun dari Shanti Stupa, kami mampir membeli roti di toko roti Jerman, kami lihat banyak resto Jerman di Leh. 

PAP sudah jadi, rincian biaya terdiri dari 60 untuk red cross, wild life fee 300, environment fee 900 total untuk bertiga 1.260, ditambah biaya pengurusan oleh travel 500, lalu dikurangi dengan environment fee karena kami menyerahkan kartu kami.
Seminggu sekali travel dapat menagih penggantian environment fee tadi dengan menukarkan kartu ke ODM.

Ongkos taxi shared berenam dengan 3 orang India, perorang INR.1.500 ke Nubra untuk 2 hari 1 malam. PAP kami fotocopy dahulu, karena akan diminta oleh pos pemeriksaan. 

Di perjalanan kembali ke penginapan, kami membeli momo & telur rebus yang dijual di mobil di pinggir jalan. Momo mirip pastel tapi isinya wortel dan kol, ada yang direbus atau digoreng. 1 porsi momo isi 10, INR 80. Telur rebus untuk sarapan besok INR 10/butir. Kebanyakan orang yang membeli, makan sambil berdiri.


Kami membereskan tagihan kamar, makan dan laundry. Ternyata harga kamar dan laundry tidak sesuai dengan yang dikatakan di awal. Kamar kami ditagih 1.200 per malam. Laundry yang seharusnya 30 untuk baju dan 40 untuk celana dihitung 50 lalu ditambah biaya entah apalagi. Saya sebal sekali, setelah sebelumnya juga membatalkan kesepakatan trip. Cuma teman-teman saya sudah malas komplain, jadi akhirnya kami bayar saja.

Pemilik penginapan bukan orang asli Ladakh, jadi sepertinya benar meski tinggal di Ladakh tetap saja tipu menipu masih dilakukan.

Kami yang semula berniat kembali menginap disitu sepulang dari Nubra, memutuskan tidak akan kembali lagi. 

India Trip July'15 - Leh (1)

Hari sudah siang, di luar matahari terik tapi udara sejuk. Teman-teman saya terkena AMS ringan sakit kepala, jadi dibawa tidur dan minum banyak air. Selama di Leh, kami minum air dari kran kamar dan tidak ada masalah. 

Kami bertiga sudah mengantisipasi AMS ini dengan minum Hong Jin Tian sejak kami mendarat di Delhi, tapi saya tidak tahu kenapa kedua teman saya masih terkena AMS, mungkin karena terlalu capai. Saya sendiri tidak merasakan gejala AMS, mungkin juga karena selama perjalanan ke Leh, saya banyak minum air. 

Info yang saya baca, banyak minum air dan makan bisa mengurangi risiko terkena AMS. Memang disarankan untuk 2 hari aklimatisasi setiba Leh, dan tidak banyak bergerak. Pelan-pelan saja sampai tubuh menyesuaikan diri dengan ketinggian dan tipisnya oksigen.

Setelah mencuci baju, saya ikutan tidur sampai siang. Kami memesan makan siang di kamar. Lalu beres-beres untuk pindah ke kamar yang sudah kosong. Kami bertiga dan Laura sendiri. Kamarnya cukup bagus tapi lebih kecil dibanding yang sebelumnya. Katanya harganya sama.



Kami ngobrol dengan pemilik penginapan kalau kami punya rencana akan ke Nubra Valley, Pangong Tso & Tso Moriri jika sempat. Si bapak bilang bisa sediakan mobil sharing dengan beberapa orang yang juga menginap disitu. Kami sepakat harga untuk ke Nubra dibagi berlima sedang ke Pangong berenam.

Hari sudah pukul 3 sore sewaktu kami keluar penginapan. Sudah terlalu sore untuk mengurus permit, jadi kami putuskan untuk jalan-jalan melihat kota Leh saja. Kota Leh sejuk tapi matahari bersinar terik sekali, jalanan berdebu. Dikelilingi pegunungan, dari jauh terlihat puncaknya putih bersalju. Mungkin itu yang disebut summer snow ya....saya kira hanya ungkapan puitis saja.

Kami jalan perlahan-lahan, nafas pendek dan cepat capek. Tak sengaja kami menemukan jalan menuju Leh Palace, lewat jalan kecil, berdebu dan bau. Istana Leh terletak di atas bukit, kami bertiga tidak ada yang mau naik, terlalu capek dan kepanasan. Kami foto-foto dari bawah saja.



Turun dari Leh Palace, kami menemukan toko kecil yang menjual aneka perhiasan. Kami mampir dan ngobrol dengan pemiliknya, yang ternyata pembuat perhiasan perak yang dijual. Si bapak juga membuat berdasarkan pesanan. Buatannya bagus, beberapa dengan detail rumit. Dia juga menggunakan contoh desain dari majalah. Tokonya hanya buka selama 6 bulan saja, lalu saat musim dingin dia pindah ke kota lain. Memang kebanyakan toko tutup selama musim dingin di Leh, karena terlalu dingin, kecuali travel yang melayani olah raga/tur musim dingin.

Kami jalan-jalan sekitar main bazar menemukan toko kecil yang menjual pashmina, pakaian, tas, dompet dan suvenir. Namanya Pashmina Hut. Pemiliknya baik sekali, orang Srinagar. Barangnya bagus dan harganya lebih murah dari toko lainnya. Saya bertanya dimana tempat mengurus Protected Area Permit (PAP)? Dia minta kami besok pagi ke tokonya, dia akan antarkan. 

PAP diperlukan jika kita bukan orang India ingin mengunjugi beberapa area di Ladakh seperti Nubra Valley, Panggong Tso, Tso Moriri. 


Pashmina Hut @Main Bazar, Leh



Sebelum kembali ke penginapan, kami makan sate ayam dan domba (mutton) yang ditusuk dengan jeruji besi, mirip sate klatak di Jogja. Bumbunya sepertinya mayonaise yogurt ditambah roti prata. 1 tusuknya INR.50. Kami masing-masing makan 2 tusuk, sudah cukup kenyang. 



Sekitar jam 11 malam, pemilik penginapan mengutuk pintu kamar, bilang kalau peserta yang lain batal ikut mobil, mereka mau naik motor....waduhhhh.....harus ubah rencana. Kami bilang budget kami tidak cukup kalau harus bayar mobil bertiga. Tarif transportasi memang sudah ditentukan oleh pemerintah Ladakh per destinasi, tinggal dibagi saja berapa orang yang ikut.
Ya sudahlah, besok saja diurus sekalian urus PAP......



2015/08/20

India Trip July'15 - Srinagar - Leh Road Trip

Kami bangun pukul 4 pagi dan sudah siap sebelum pukul 5, waktu yang ditentukan untuk dijemput. Ternyata mobil datang pukul 6 pagi. Sudah ada 2 orang penumpang lain, sibuk mengikat barang-barang di atas mobil. Ada beberapa kaleng cat. Mungkin mereka mau pulang mudik menjelang lebaran. Kami bertiga duduk di bangku tengah.
Dalam perjalanan kami melewati Dal Lake yang terkenal itu, masih banyak kabut.


Penumpang masih bertambah 2 orang lagi, salah satunya Laura, dari Swiss. Selain kami berempat, semua orang Ladakh. Supir kami bernama Gulzar, bagus caranya mengendarai mobil, tidak membuat kami pusing meskipun jalanan berkelol-kelok naik turun. Tidak ngebut jadi kami bisa mengambil foto-foto keren sepanjang jalan tanpa harus berhenti. Mungkin juga karena mobilnya sudah tua hahaha.....

Perjalanan ini sangat panjang, tapi sayang jika anda tertidur. Pemandangan berubah-ubah, cantik dan spektakuler. Jika ingin leluasa memotret, duduklah di sisi kiri. 

Srinagar - Leh
Kami harus melapor di Police Check Point dan mengisi formulir untuk orang asing. Di Drass sekali lagi kami harus mengisi formulir yang sama. Sepanjang jalan menuju Leh beberapa kali dihentikan untuk pemeriksaan, entah apa yg diperiksa, tapi berkat 2 orang polisi yang semobil kami, beberapa kali hanya lewat saja dengan lambaian tangan mereka ;p


Sonamarg, kota kecil yang cantik
Breakfast with soup, vegetable curry for lunch
Kami makan siang di Drass, the second coldest inhabitated in the world begitu yang tertulis di sebuah papan. Menurut seorang petugas kantor pariwisata yang kami temui waktu kembali ke Srinagar, suhu di Drass paling dingin minus 60 derajat celcius.

DRASS - the second coldest inhabited place in the world

Di beberapa ruas jalan ada yang rusak, sempat kami harus berhenti hampir 30 menit, menunggu iring-iringan mobil militer lewat. Tapi kami menikmatinya karena pemandangan yang super spektakuler, sekalian meluruskan kaki.

enjoying the view while waiting

Melanjutkan perjalanan, kami sampai di Kargil sekitar pukul 14.30. Pak supir mau belanja buat lebaran, jadi kami jalan-jalan sambil menunggu. Kargil sangat panas dan berdebu, tapi tetap cantik. Disini kami melihat banyak anak-anak, pria, wanita di jalan.

Kargil

Terkadang pemandangan hanya gunung pasir dan batu, gersang. Sesekali ada pepohonan atau aliran sungai, rentetan pegunungan es juga terlihat dari jauh. Beberapa papan bertulisan menarik bisa ditemui sepanjang jalan. Ini contohnya.

signboard

Di Khaltsi kami harus membayar "environmental fee" INR.300, simpan tiketnya karena ini bisa untuk mengurangi biaya pembuatan "protected area permit"

Kami memasuki kota Leh sekitar pukul 9 malam. Kami belum booking penginapan tapi punya beberapa referensi guest house di changspa, kota tua Leh. GH yang kami tuju penuh, jadi akhirnya kami setuju diantar ke GH yang disarankan pak supir, City Heart tidak jauh dari main bazar. 

Pemilik GH menawarkan 1 kamar besar untuk kami berempat (dengan Laura) karena tidak ada lagi kamar kosong, INR 1.000. Kamar inipun sepertinya kamar keluarga, sebab berada di dalam rumah pemilik. Besok akan ada kamar kosong, jadi bisa pindah.

Karena sudah malam, kami setuju, yang penting istirahat dahulu. Lagipula kasihan penumpang lainnya sudah ingin sampai ke rumah masing-masing.

Setelah menikmati mandi air panas dan minuman hangat, sempat terjadi insiden teman saya kehilangan handphone, kami akhiri hari ini dengan beristirahat menikmati tempat tidur dan selimut hangat pada jam 2 pagi.......

India Trip July'15 - Delhi - Srinagar

Kami mendapat sarapan dari hotel, pilihannya vegeterian atau non, kami pilih vegeterian. Ternyata yang datang hanya roti tawar diisi dengan timun dan tomat saja tanpa apapun dan secangkir chai tea. Kami ingin mencobanya, rasanya lumayan untung susunya tidak terlalu banyak dan rasa rempahnya agak kuat.

Kami packing dan check out. Hari ini kami akan terbang ke Srinagar dengan Go Air pukul 13.55. Kami jalan-jalan sekitar Paharganj dan makan siang sebelum ke bandara. Chicken biryani dengan porsi besar bisa dimakan berdua dan lassi.


Tujuan utama dari trip kami adalah Ladakh. Dari Delhi menuju Ladakh atau Leh (ibukotanya) dapat melalui beberapa rute, rute yang sering menjadi pilihan adalah lewat Srinagar atau Manali. Bisa juga terbang langsung dari Delhi, namun sebaiknya dihindari agar mengurangi risiko terkena altitute sickness (AMS).

Semula kami berencana naik bus malam melalui Manali, tapi ternyata memerlukan waktu beberapa hari, sedangkan kami hanya punya sedikit waktu. Dari yang saya baca rutenya Delhi - Manali (malam sampai keesokan harinya), Manali - Keylong, Keylong - Leh. 

Salah satu armada bus yang banyak direkomendasikan adalah Himachal Pradesh Tourism Development Corporation (HPTDC). Kita bisa booking online disini. Hanya saja tidak setiap hari ada bus berangkat dari Manali ke Leh, jadi kemungkinan harus menginap di Manali dan Keylong. Alternatif lain dari Manali bisa menggunakan shared taxi ke Leh.

Dari Delhi ke Srinagar juga bisa ditempuh dengan bus tapi perjalanan juga perlu lebih dari 10 jam. Akhirnya kami putuskan untuk naik pesawat ke Srinagar. Kami mendapat harga INR 8.299 untuk Delhi - Srinagar dan sebaliknya. Saya memesan tiket melalui Cleartrip. 

Ternyata stasiun kereta New Delhi Railway Station (NDLS) tidak jauh dari hotel kami. NDLS punya 2 pintu masuk yaitu Ajmer & Paharganj. Letak NDLS berdekatan dengan stasiun Metro New Delhi dan statiun New Delhi untuk jalur Delhi Metro Airport Express (DAME). 

Kami baru menemukan jalur bawah tanah dari depan NDLS menuju statiun DAME, jadi tidak perlu menyebrang jalan raya seperti waktu kami datang pertama kali.

Kami membeli token dengan tujuan IGI airport, INR 100. Dalam perjalanan di metro, diumumkan bahwa jika ke terminal domestik turun di stasiun Delhi Aerocity, 1 stasiun sebelum IGI. Kami memastikan dahulu ke orang lokal, apa benar kami harus turun di situ. Jadilah kami turun. Ternyata harus ganti bus lagi, INR 30. Busnya sudah tua dan tanpa AC. 

Banyak pemeriksaan di bandara, jadi sebaiknya sediakan waktu yang cukup supaya tidak terlambat.


Penerbangan 1 jam 20 menit. Sampai di bandara Srinagar, terlihat banyak tentara bersenjata. Sebelum keluar, kami dicegat oleh petugas, diminta mengisi Form Arival. Lalu di loby bandara, kami diminta polisi turis untuk mengisi buku, mencantumkan nama dan asal negara kami. Sampai bingung untuk apa ya? kan data sudah ada di form yg tadi kami isi.

Kami mencari shuttel bus menuju Tourist Reception Center (TRC), tapi tidak terlihat sama sekali, bahkan waktu kami tanya ke polisi tadi, dia pasang muka bingung seperti baru pernah dengar.

Kami berjalan ke luar, lalu lewat bus tua tertulis free shuttle, jadi kami naik. Ternyata bus hanya mengantar sampai pintu gerbang bandara saja. Dipintu gerbang juga banyak di jaga tentara bersenjata, bahkan sepanjang kami berjalan sampai ke halte bus.

Tidak sengaja kami mendengar Al Sammad, nama hotel kami. Lalu teman saya mengejar orang yang kami kira akan ke Al Sammad, tanya bagaimana cara ke sana. Ternyata dia ke area yang namanya Al Sammad, bukan penginapan. Tapi kami diberitahu untuk naik bus dan menunjukkan alamat hotel kami dan ongkosnya INR 8. Masing-masing kami membayar INR 10 dan tidak diberi kembalian.  

Supir bus tidak bisa bahasa Inggris, jadi saya tunjukkan saja kertas booking hotel kami, minta diturunkan di situ. Hotel kami tidak jauh dari TRC dan Taxi Stand, itu yang jadi patokan saya.

Kami diturunkan di pasar, katanya hanya tinggal 1 km saja. Tapi beberapa orang bilang 2 atau 3 km. Kami sepertinya tersesat jauh sekali dan tidak sampai-sampai. Belakangan baru tahu sebenarnya memang tidak jauh dari Taxi Stand.

Kami sudah kecapekan, waktu menemukan toko Bake Way Bakery. Kami mampir dan membeli beberapa roti dan air, cukup enak. Kami membeli beberapa untuk sarapan besok.

Bake Way Bakery - Srinagar
Sepanjang jalan banyak sekali anjing yang tiduran di jalanan. Di atas banyak burung beterbangan. Akhirnya ketemu juga penginapan Al Sammad. Kami diantar ke kamar sempit untuk 2 orang, saya tunjukkan booking kami triple room, barulah kami diantar ke kamar yang lebih besar. Jendela kamar menghadap ke gunung, udara agak dingin dan langit cerah. 

Al Sammad & view from the window
Hari sudah sore, kami harus mencari shared taxi untuk berangkat ke Leh besok pagi. Jadi kami tanya ke pemilik hotel, sebut saja Ahmad. Dia bilang akan carikan, tapi kemudian dia menawarkan untuk ikut mobil temannya sampai ke Sonamarg dengan harga INR 1.500. Sonamarg hanya 2 jam dari Srinagar, perjalanan ke Leh masih jauh sekali, padahal setahu saya ongkos sampai ke Leh hanya INR 2.000 - 2.500 saja. Jadi kami tolak, meskipun dia memaksa agar kami setuju. Waktu kami tanya dari Sonamarg ke Leh harus naik apa, dia juga hanya bilang banyak mobil, tapi tidak pasti.

Tips: ketahui perkiraan biaya wajar yg seharusnya, banyak orang yang mengambil kesempatan karena ketidak tahuan kita.  

Kami sedang berjalan menuju Taxi Stand, sewaktu Ahmad lewat dengan mobil. Dia menawarkan mengantar kami, jadi kami naik.

Sampai di depan Taxi Stand, Ahmad memanggil seseorang dan bicara, mungkin tentang mobil ke Leh. Ternyata benar ongkos INR 2.000. Menurut info yang saya baca, biasanya Srinagar - Leh ditempuh dalam 2 hari dengan menginap di Kargil. Tapi ternyata bisa dalam 1 hari tanpa menginap. Kami setuju dengan ongkosnya, tapi entah bagaimana jadinya yang mengantar kami orang lain lagi. Supir ikut ke penginapan, Ahmad minta agar kami besok pagi dijemput pukul 5 pagi. Lalu kami membayar 2.000 dan diberi kartu ijin mengemudi pak supir oleh Ahmad. Dia bilang sisanya bayar sesampainya di Leh. Kami pikir dia baik sekali membantu kami sampai begitu.Urusan transport ke Leh beres, jadi sekarang bisa istirahat dulu.

Kami tidak melihat perempuan di jalanan. Sewaktu keluar ingin jalan-jalan, kami merasa tidak aman, dilihatin orang sepanjang jalan, jadi kami balik lagi ke penginapan. 

Kami makan malam di restoran penginapan yang dikelola adik Ahmad, bersamaan dengan waktu buka puasa sekitar 7.30 malam.


Kami harus bangun pukul 4 pagi besok pagi. Udara dingin cukup membuat tidur nyenyak. 


2015/08/07

India Trip July'15 - Keliling Delhi dengan Metro

Trip Jaipur batal, jadi kami tinggal di Delhi sampai besok terbang menuju Srinagar. Kami memutuskan mengunjungi beberapa tempat dengan metro. Setiap kali masuk stasiun, harus melewati pemeriksaan barang dan badan (pria dan wanita di pisah).

Kami membeli smart card / travel card seharga INR 150 dengan isi INR 100. Kartu dapat di-refund, sisa saldo akan dipotong sebesar INR 20.

Delhi Metro
Delhi memiliki 6 jalur metro dan 1 jalur airport metro express.

  • Jalur 1  berwarna orange
  • Jalur 2 berwarna kuning
  • Jalur 3 berwarna biru
  • Jalur 4 berwarna biru juga merupakan percabangan dari jalur 3
  • Jalur 5 berwarna hijau
  • Jalur 6 berwarna ungu
  • Jalur  Airport express line yang terhubung dengan New Delhi Railway Station (NDLS) dengan Indira Gandi International Airport (IGIA) serta New Delhi Metro Station jalur kuning.
Biasanya 2 gerbong terdepan metro dikhususkan untuk wanita. 

Di stasiun yang merupakan stasiun transit, anda harus benar-benar membaca kemana arah yang mau anda tuju, seperti stasiun Rajiv Chowk yang cukup besar, dan banyak orang di dalam stasiun.

Berikut peta Delhi Metro


Beberapa tempat wisata di Delhi dapat dikunjungi dengan menggunakan metro. Hari ini kami mengunjungi Akshardham (jalur biru), President House, Parliament House dan India Gate dimana ketiganya berdekatan, stasiun metro terdekat adalah Central Secretariat yang ada di jalur kuning/ungu. 

Akshardham

Akshardham berarti rumah Tuhan, merupakan rumah ibadah Hindu, kampus spiritual dan budaya. Bangunan baru dibuka November 2005. Saya tertarik melihat videonya di internet. Info selengkapnya disini

Dari stasiun Rama Krishna Ashram kami menuju ke stasiun Akshardham menggunakan jalur biru. Metro yang kami naiki ternyata berbelok (jalur 4 bukan 3). Karena penuh susah keluarnya, kami kelewatan turun di Laxmi nagar. Jadi kami harus kembali 1 stasiun sebelumnya (Yamuna Bank) lalu ganti kereta ke Akshardham. 

Dari stasiun metro menuju Akshardam, ambil jalan arah kanan lalu ke kanan lagi, dari jauh sudah akan terlihat bangunannya. Untuk masuk tidak dipungut biaya alias gratis. Di pintu masuk ada pemeriksaan tas, harus dibuka. Lalu diberi selembar kertas, yang ternyata untuk penitipan barang. Banyak barang yang tidak diperbolehkan dibawa masuk dan harus dititipkan di Cloak Room, antrian penitipan panjang sekali, gerimis lagi.

Akshardham hanya di depan saja
Kami malas mengantri dan menitipkan barang, akhirnya kami putuskan untuk makan dulu di kantin yang ada. Kami membeli samosa seharga INR 20 isi 2 buah. Lumayan rasanya tapi terlalu banyak merica. Sambil istirahat, kami hanya melihat-lihat orang lewat saja. 

Sewaktu perjalanan keluar kami melihat ternyata masih harus antri lagi untuk masuk ke dalam dan antrian cukup panjang. Untung tidak jadi masuk.

Kami kembali ke stasiun metro, naik ke arah Dwarka, turun di Mandi House lalu ganti jalur ungu turun di stasiun Central Secretariat. Dari sini dapat sekaligus mengunjungi President House, Parliament House dan India Gate. Rupanya area ini yang merupakan icon kota Delhi, juga dijadikan tempat rekreasi oleh warga setempat. Banyak yang bepergian dengan keluarga atau teman-teman.

Rashtrapati Bhavan (President House)

Keluar dari stasiun metro kita, kita melewati sungai kecil dengan beberapa perahu yang di kayuh seperti sepeda. Banyak sekali orang yang berekreasi, baru ingat sekarang hari minggu. Masih berjalan lurus sampai menemukan perempatan, ke arah kanan akan menuju President House dan Parliament House, ke kiri menuju India Gate. Dari jalan president house kita bisa melihat India Gate di kejauhan. 

Kediaman president India ini merupakan bangunan jaman Inggris, terletak di atasbukit Raisina. Saat kami datang pintu gerbang tertutup dan dijaga polisi. Beberapa monyet berkeliaran di sekitar pintu gerbang. Pada hari Jumat, Sabtu, Minggu kadang-kadang dibuka untuk umum. 

Informasi selengkapnya baca disini


Sansad Bhavan (Parliament House)

Dahulu disebut juga Circular House karena struktur bangunan yang melingkar dengan 247 pilar yang didesain oleh Herbert Baker. Selengkapnya baca disini.



India Gate

India Gate merupakan gapura setinggi 42 meter, berbentuk mirip dengan "Arc-de-Triomphe" nya Perancis. Tugu peringatan atas meninggalnya para prajurit pada Perang Dunia Pertama dan perang Afghanistan. Berada di pusat kota Delhi. Info selengkapnya baca disini.

Jalan menuju India Gate sebagian ditutup dan hanya untuk pejalan kaki saja. Di kiri kanan terdapat taman berumput, banyak keluarga menghabiskan waktu di sini. Kami senang memperhatikan mereka.

Delhi baru mulai gelap setelah lewat jam 7 malam, di bulan Juli. Jadi waktu terbaik memotret India Gate antara jam 7 - 9 malam.

India Gate

Sebelum gelap kami memutuskan kembali ke hotel. Kami harus packing, esok kami akan terbang ke Srinagar. Kami membeli makan malam kami doube egg chicken roll seharga INR 85, di depan hotel, namanya Spice of India. Kami sempat jalan-jalan sebentar sekitar hotel, banyak toko-toko menarik dan harganya tidak mahal tapi kami akan belanja nanti saja waktu kembali dari Ladakh.

India Trip July'15 - Tertipu di Hari Pertama

Orang bilang kalau belum kena tipu di India, belum sah ternyata ada benarnya juga ;(
Begini ceritanya.....

Trip libur lebaran kali ini, saya dengan 2 teman ke India, tujuan utamanya Ladakh, yang menjadi terkenal setelah menjadi salah satu lokasi syuting film Bollywood "3 idiot".

Kami membeli tiket sekitar Januari'15, dari semua maskapai yang termurah adalah Malindo, maskapai patungan antara Malaysia dan Lion Air Indonesia, bahkan lebih murah daripada Air Asia. Rute penerbangan kami Jakarta - Kuala Lumpur - Delhi dan sebaliknya. 

Banyak orang yang belum mendengar tentang Malindo, emang ada ya? Di bandara Soekarno Hatta pun kami mengalami kesulitan mencari counter check in-nya, karena tidak ada petunjuk informasinya, akhirnya kami tanya ke satpam, ternyata counter jadi satu dengan Lion Air di terminal 2. Antrian sangat panjang, sampai kami agak takut terlambat boarding.

Kami tidak mengira kalau pelayanan dan kondisi pesawat Malindo bagus, dibanding dengan harganya. Harga sudah termasuk bagasi. Untuk penerbangan CGK-KL kami diberi air dan biskuit, sedangkan penerbangan KL-DEL kami mendapat makan malam. Area kaki cukup lebar dibandingkan dengan Air Asia. Di setiap kursi ada monitor untuk hiburan, kita bisa nonton film, atau main game. Hanya saja kita harus membawa earphone sendiri, tapi jika ingin bisa membelinya juga. Lalu ada USB slot untuk charger.

Malindo Air
Keberangkatan dari KL mengalami keterlambatan hampir 1 jam, kami tidak tahu kenapa tapi waktu sampai hanya selisih sedikit dengan jadwal seharusnya yaitu lewat dari jam 21.

Bandara tidak terlalu ramai saat kami mendarat. Kami harus mengisi form kedatangan sebelum antri pemeriksaan imigrasi. Tersedia loket Visa on Arrival, jika belum apply visa. 

Lewat dari imigrasi, kami mencari money changer, sebelum pintu keluar bandara ada tetapi kurs lebih rendah dari pasaran, sehingga kami memutuskan untuk cari di loby. Ternyata di loby hanya ada 1 money changer dannnn kursnya lebih rendah lagi, juga dipotong komisi, 1$ hanya INR55 saja. Kami menukar sedikit saja, karena perlu untuk transportasi. Ada ATM tapi teman saya mencoba tidak berhasil.

Kami naik Delhi Airport Metro Express (DAME) yang beroperasi dari pukul 4.45 sampai 23.30, dari pintu ke luar belok ke kanan lalu turun ke bawah. Kami lari-lari karena takut tertinggal kereta terakhir. Kami membeli token sampai ke New Delhi Station seharga INR 100. Stasiun New Delhi adalah stasiun terakhir dan lokasinya berhadapan dengan New Delhi Railway Station (NDLS) dan terintegrasi dengan jalur metro line 2 (kuning) yang stasiunnya juga bernama New Delhi. 



Hujan rintik-rintik sewaktu kami keluar dari stasiun, sudah hampir tengah malam. Kami menyeberang menuju NDLS. Kami sudah punya tiket kereta api ke Jaipur untuk pukul 6 pagi, rencananya kami akan menunggu di stasiun NDLS sampai pagi.

Di depan pintu masuk stasiun banyak sekali orang-orang duduk bahkan tiduran di lantai yang kotor. Kami pikir apa mau mudik ya??? 

Petugas stasiun memeriksa tiket kami, dan bilang bahwa kereta kami dibatalkan karena banjir jalan menuju Jaipur. Waduhhhhh@#@# .........
Memang habis hujan deras sepertinya, padahal ketika mendarat, kami sempat bersyukur dengan udara sejuk habis hujan.

Sudah lewat tengah malam dan kami bertiga perempuan. Banyaknya berita seram tentang perlakukan di India terhadap perempuan apalagi turis, cukup membuat kami khawatir.

Kami diberitahu untuk ke India Tourism Development Corporation (ITDC) untuk membeli tiket kereta ke Jaipur lainnya. Dia bilang ada kereta jam 3 pagi ke Jaipur, hanya dia tidak tahu apakah tiket masih ada.

Menurut petugas itu juga kalau kereta batal berangkat maka uang pembelian kereta akan dikembalikan sepenuhnya, sesuai moda pembayarannya. Jika tunai akan di bayar tunai, jika rekening akan dikembalikan ke rekening semula, tanpa kita klaim. Kami percaya saja, makanya kami tidak urus pengembalian dana tiket, namun ternyata sampai kami kembali ke Jakarta, tidak ada pengembalian dana ke rekening kartu kredit ;(

Kembali tentang ITDC, kami tanya bagaimana menuju ke sana, naik apa, berapa ongkosnya. Lalu si petugas, yang kemudian cerita bahwa dia orang Ladakh, membantu kami menawar bajaj (di India disebut auto rickshaw atau auto saja) dan memberitahu harus mengantar kami ke ITDC, tunggu dan antar kembali ke stasiun, ongkos INR 600. Harga itu setelah si bapak mengeluarkan kartu anggota polisi, mungkin polisi stasiun ya... sebelumnya ongkos yang diminta 1000 rupee. Menurut kami 600 itupun sudah mahal. Tapi saya pernah baca kalau ongkos dari jam 11 malam sampai 5 pagi, naik 25% dari harga normal.

Bertiga beserta ransel kami berdesakan di auto. Jalan menuju ITDC cukup jauh, mungkin memutar, sebab jalan kembalinya sebenarnya dekat. Di jalan banyak polisi mengadakan pemeriksaan kendaraan, menurut pak supir karena sekarang sedang bulan ramadhan, jadi rawan kejahatan. Banyak jalan yang ditutup dan diberlakukan jam malam.

Sesampai di ITDC yang kantornya cukup kecil, hanya ada seorang bapak yang jaga. Kami ceritakan kejadian dan tanya apa bisa membeli tiket kereta lainnya. Awalnya cukup ramah melayani kami, dia mengecek komputer dan bilang kalau keretanya penuh. Lalu dia menawarkan bagaimana kalau naik mobil saja ke Jaipur, bisa hanya di antar atau sekalian pergi, keliling di Jaipur lalu kembali ke Delhi lagi. Kami tanya berapa biayanya? Dia bilang 24.000 rupee (lebih dari 5 juta rupiah) waaaakkkk apa gak salah????? itu hampir mendekati harga tiket Malindo pulang pergi Jakarta - Delhi.

Kami bilang kalau itu di luar budget kami, kami ini backpacker. Lalu dia tetap berusaha supaya kami sewa mobil, beberapa kali menurunkan harga sampai di harga 15.000 (masih lebih dari 3 juta rupiah). Itu masih di luar budget kami. 

Kami berdiskusi, akhirnya memutuskan kami batalkan saja trip ke Jaipur, karena selain tidak pasti kereta dari Jaipur jalan juga, kami harus mengejar penerbangan ke Srinagar. Mulailah si bapak tidak ramah dan tidak sabar kepada kami. 

Kami memutuskan untuk kembali ke NDLS untuk tinggal di sana sampai pagi, dan mungkin bertanya ke petugas orang Ladakh tadi. Tidak lama sampailah kami di NDLS, sebelum masuk ke area parkir auto, kami diberhentikan dan ditanya sambil membentak oleh petugas, mau ngapain? punya tiket gak? Tidak boleh masuk jika tidak punya tiket & karena kereta kami dibatalkan, kami tidak boleh masuk. Pak petugas membentak supir kami, disuruh mengantar kami ke ITDC. Kami sudah bilang kami dari sana dan tidak mendapatkan bantuan. Tapi petugas tidak mau tahu, kami harus keluar dari stasiun. Si bapak bilang sambil marah-marah, kalau kami ini perempuan, tidak aman jam segini di jalan (sudah lewat jam 1 pagi). Bahkan waktu auto kami berhenti untuk diskusi karena kami tidak mau dibawa kembali ke ITDC, pak petugas menghampiri kami dan membentak supir supaya cepat pergi. 

Dibawalah kami kembali ke ITDC. Petugas ITDC sudah sebal lihat kami, mau ngapain lagi? Lalu kami cerita kalau kami dipaksa harus ke ITDC. Boleh tidak kami menunggu pagi di situ? kami tidak tahu mau kemana lagi. Bapak itu bilan kantor mau tutup, padahal setahu kami ITDC buka 24 jam. Jelasnya dia tidak mau kami ada di situ. No money no service!

Tidak ada empati sedikitpun, ini baru hari pertama kami datang ke India, begini sambutannya ya?  Kami jadi membandingkan dengan negri kami sendiri, orang Indonesia akan membantu tanpa pamrih jika bertemu dengan orang dengan kondisi sepeti kami. Lagipula pagi tinggal beberapa jam dan dia tahu tidak aman untuk perempuan di jalan. Tapi dia memilih tidak perduli. Dia bilang ke hotel saja, dia menawarkan kalau mau dia akan telpon, harganya sekitar $200. Kami bilang budget kami tidak cukup.  Lalu dia bilang ke supir auto untuk bawa kami ke hotel.

Kami bilang ke supir, tolong carikan hotel bagus, kami bayangkan bagusnya seperti di Jakarta, biasanya kita bisa duduk saja di coffee shopnya atau di lobynya. Pak supir bilang, hotel banyak yang tutup karena ramadhan, jadi jam 10 malam sudah tidak terima tamu.
Akhirnya setelah putar-putar kami dibawa ke Hotel Relax Inn, yang dari tampilan luar paling hotel bintang 1 saja. Kami tanya berapa harga kamar? Dia bilang $200 tapi dia beri diskon jadi $120 ditambah besok akan disediakan mobil untuk mengantar kemana kami mau. Harga itu tidak sebanding dengan hotelnya dan di luar budget kami.

Kami keluar dari hotel, tapi supir auto memohon ke kami supaya menginap saja, tidak aman di luar, sudah hampir jam 2 pagi. Akhirnya kami putuskan untuk tinggal, dengan pertimbangan keselamatan kami lebih penting, anggap saja bayar asuransi jiwa. Terpaksa membayar dengan kartu kredit teman saya.

Selanjutnya terjadi beberapa kejadian yang mengesalkan, yang membuat kami makin sebal dengan hotel itu. Kami ingin berfoto dengan pak supir sebagai terima kasih telah menjaga kami, tapi pak supir bilang minta ijin dulu boleh gak? Ternyata si manajer menolak mentah-mentah dengan sangat menyakitkan bilang, dia tidak tahu siapa si supir, itu orang asing. Kami sebal sekali dengan perlakuannya terhadap sesama. Akhirnya kami berfoto di halaman dan membayar supir. Pak supir menawarkan besok dia akan datang mengantar kemana kami mau, tapi kami tolak. 

Kami diantar ke kamar. Kamar masih dalam keadaan kotor. Ditambahkan matras tambahan dan selimut yang kotor dan sudah sobek-sobek. Teman saya minta ganti selimutnya. Kami minta handuk dan air minum. Tapi petugas bilang harus bayar untuk airnya. What????? dengan harga $120????? Kami bilang tidak usah air minumnya, kami masih punya air yang kami ambil waktu di airport. 

Tidak lama diantarlah 2 botol air minum. Kami masih sebal, jadi kami ambil botol dan langsung tutup pintu. Ternyata kamar seharga $120, tidak ada air panas, tidak ada wifi, AC tidak bisa di atur temperaturnya (bahkan tidak ada remotenya) dan amat sangat kotor.

Sudahlah, kami putuskan tidur dulu, besok pagi saja didiskusikan lagi, bagaimana selanjutnya. 

Esok paginya (hari kedua).....

Kami bangun, mandi dan berbenar lalu ke ruang makan di bawah. Harga kamar termasuk sarapan yang katanya buffet. Ternyata yang namanya buffet itu hanya roti panggang, telur rebus, semacam dawet tapi kuahnya susu bukan santan. Kopi atau teh pilihan minumnya. Teko air panas, susu tidak diberi label, jadi kami tanya mana yang air panas, dengan santainya dituang di lantai, oh ini susu, ini air.......haaaaaaa!!!

Di ruang makan itu kami bertemu orang Perancis sekeluarga dan orang Spanyol. Teman saya bisa bahasa Perancis, iseng tanya ke sang ibu, kenapa mau nginap di hotel ini? Keluarlah cerita berapi-api bahwa mereka kena tipu, mereka sudah membayar trip tetapi ternyata tidak datang, si ibu yakin juga orang travel itu juga orang hotel. Mereka minta uang kembali dan akhirnya bisa kembali tapi habis waktu 3 hari mengurusnya. Si ibu juga ngomel-ngomel betapa joroknya hotel itu. Mereka juga ke ITDC sebelum sampai di hotel itu.

Lain lagi cerita orang Spanyol, dia sudah booking hotel tapi dia tidak diperbolehkan masuk karena jam malam katanya. Jadi dia dibawa ke ITDC dan berakhirlah di hotel jorok itu. Dia harus membayar EUR 120. Dia bilang setidaknya kalian bertiga dan harganya dalam $. 
Kami jadi berasumsi bahwa ada konspirasi antara ITDC dengan hotel itu. 

Kami sempat didekati oleh orang yang mengaku manajer dan pemilik hotel, dia menawarkan untuk tinggal sehari lagi, akan diberikan kamar yang lebi bagus dan diskon. Tak usah ya.....makasih......hahaha......

Teman saya gatal untuk bicara, dia bilang kalau boleh beri saran dan masukan, bahwa hotel ini sangat jorok dan sangat tidak ramah, harga sangat sangat tidak sesuai. Jadi ada baiknya untuk berbenah dan lebih melayani karena hotel itu menjual jasa, kalau reputasi tidak dijaga, siapa yang mau datang kecuali mungkin orang tertipu (tidak disebut tentu saja hahaha). 

Teman saya memberi contoh layanan hotel-hotel di Bali, Indonesia. Dengan harga yang sama kami akan mendapatkan hotel berbintang 4 atau 5, setidaknya layanan yang jauh-jauh lebih baik. Bahkan meja makan di situ sangat kotor dan sepetinya belum pernah diganti entah sejak kapan.

Si pemilik beralasan bahwa hotel sedang direnovasi. Dibalas oleh teman saya renovasi seharusnya tidak ada hubungannya dengan kebersihan kamar dan ruang makan. Kami juga tidak melihat ada pekerjaan renovasi bahkan bunyi ketok palu pun tak ada.

Kembali ke kamar kami diskusi, bagaimana selanjutnya. Mau kemana kita sambil menunggu penerbangan ke Srinagar esok hari. Ada 2 pilihan ke bandara atau cari hotel di Paharganj, yang saya baca merupakan daerah hotel backpacker. Kami berniat menagih janji pemakaian mobil.

Cerita penipuan masih berlanjut...........

Ternyata oh ternyata yang dibilang mobil itu juga auto rickshaw, padahal hari sedang hujan. Kami sudah speechless, jadi kami naik saja ke auto. Kami minta diantar ke Paharganj, apa kata si supir???? Pahargaj banjir madam, sepaha, auto tidak bisa lewat. bagaimana kalau saya antar belanja? atau ke ITDC? walahhhh...apalagi ini????

Kami bilang jelas tidak ke ITDC, belanja juga tidak. Antar saja kami ke stasiun metro terdekat. Dari stasiun metro akan mudah kami pergi kemana kami mau. Dengan berbasah-basah ria sampailah kami di stasiun metro.

Kami bertanya ke petugas apa benar Paharganj kebanjiran sampai gak bisa dilalui? Gak tuh kata petugas.....waakkkkkkkkk.....

Kami memutuskan untuk mencoba ke hotel Krishna Plaza yang ada di dekat stasiun metro Rama Khrisna Ashram. Kami punya booking tapi untuk setelah kami kembali dari Ladakh nanti. 

Saya biasa melakukan riset sebelum trip. Saya membaca tentang 1 day tourist card seharga INR 100, tapi sewaktu kami mau membelinya, petugas seperti baru dengar tentang kartu itu. Tapi mungkin saja sudah dihapuskan, walaupun saya baca di kaca loket masih tertulis. Akhirnya kami membeli 3 token, teman saya membayar INR 100, dikembalikan INR 50. Tapi waktu kami cek di mesin ternyata token hanya seharga INR 12, jadi berapa yang dikorupsi???? Makin sebal saja kami jadinya. Kami memutuskan untuk naik metro selanjutnya kami akan menggunakan metro card, semacam kartu prabayar isi ulang untuk naik metro. Dengan metro card ongkos jadi lebih murah (kalau tidak salah ada diskon dibanding dengan dengan token sekali jalan) dan tidak bisa dikorupsi oleh petugas.

Hotel Krishna Plaza ternyata tidak jauh dari metro dan berada di area Paharganj!!! dimana airnya ya??? sebelah mana yang banjir????

Kami mendapat kamar untuk bertiga yang bagus dengan extra bed, AC bagus, air panas, wifi, kamar bersih dan pelayanan yang ramah dan harga INR.2000 termasuk sarapan. Sempat minta 2.500 tapi saya tunjukkan booking kami jadi disamakan harganya dengan harga booking.

Hotel menawarkan penukaran $, karena kurnya cukup bagus dan tanpa potongan (1$ = INR63), maka kami tukar semua $ kami di sini. Ternyata di daerah sini banyak money changer dengan rate yang bagus. 

Di depan hotel menjual egg chicken roll yang enak dan air botol (INR 15)yang paling murah di banding toko lain.

Setelah beristirahat sebentar, kami memutuskan untuk jalan-jalan di Delhi sebelum kami besok terbang ke Srinagar untuk trip Ladakh.

Ikuti cerita selanjutnya di tulisan berikutnya................

"Good times become good memories and bad times become good lessons"