Begini ceritanya.....
Trip libur lebaran kali ini, saya dengan 2 teman ke India, tujuan utamanya Ladakh, yang menjadi terkenal setelah menjadi salah satu lokasi syuting film Bollywood "3 idiot".
Kami membeli tiket sekitar Januari'15, dari semua maskapai yang termurah adalah Malindo, maskapai patungan antara Malaysia dan Lion Air Indonesia, bahkan lebih murah daripada Air Asia. Rute penerbangan kami Jakarta - Kuala Lumpur - Delhi dan sebaliknya.
Banyak orang yang belum mendengar tentang Malindo, emang ada ya? Di bandara Soekarno Hatta pun kami mengalami kesulitan mencari counter check in-nya, karena tidak ada petunjuk informasinya, akhirnya kami tanya ke satpam, ternyata counter jadi satu dengan Lion Air di terminal 2. Antrian sangat panjang, sampai kami agak takut terlambat boarding.
Kami tidak mengira kalau pelayanan dan kondisi pesawat Malindo bagus, dibanding dengan harganya. Harga sudah termasuk bagasi. Untuk penerbangan CGK-KL kami diberi air dan biskuit, sedangkan penerbangan KL-DEL kami mendapat makan malam. Area kaki cukup lebar dibandingkan dengan Air Asia. Di setiap kursi ada monitor untuk hiburan, kita bisa nonton film, atau main game. Hanya saja kita harus membawa earphone sendiri, tapi jika ingin bisa membelinya juga. Lalu ada USB slot untuk charger.
Malindo Air |
Bandara tidak terlalu ramai saat kami mendarat. Kami harus mengisi form kedatangan sebelum antri pemeriksaan imigrasi. Tersedia loket Visa on Arrival, jika belum apply visa.
Lewat dari imigrasi, kami mencari money changer, sebelum pintu keluar bandara ada tetapi kurs lebih rendah dari pasaran, sehingga kami memutuskan untuk cari di loby. Ternyata di loby hanya ada 1 money changer dannnn kursnya lebih rendah lagi, juga dipotong komisi, 1$ hanya INR55 saja. Kami menukar sedikit saja, karena perlu untuk transportasi. Ada ATM tapi teman saya mencoba tidak berhasil.
Kami naik Delhi Airport Metro Express (DAME) yang beroperasi dari pukul 4.45 sampai 23.30, dari pintu ke luar belok ke kanan lalu turun ke bawah. Kami lari-lari karena takut tertinggal kereta terakhir. Kami membeli token sampai ke New Delhi Station seharga INR 100. Stasiun New Delhi adalah stasiun terakhir dan lokasinya berhadapan dengan New Delhi Railway Station (NDLS) dan terintegrasi dengan jalur metro line 2 (kuning) yang stasiunnya juga bernama New Delhi.
Hujan rintik-rintik sewaktu kami keluar dari stasiun, sudah hampir tengah malam. Kami menyeberang menuju NDLS. Kami sudah punya tiket kereta api ke Jaipur untuk pukul 6 pagi, rencananya kami akan menunggu di stasiun NDLS sampai pagi.
Di depan pintu masuk stasiun banyak sekali orang-orang duduk bahkan tiduran di lantai yang kotor. Kami pikir apa mau mudik ya???
Petugas stasiun memeriksa tiket kami, dan bilang bahwa kereta kami dibatalkan karena banjir jalan menuju Jaipur. Waduhhhhh@#@# .........
Memang habis hujan deras sepertinya, padahal ketika mendarat, kami sempat bersyukur dengan udara sejuk habis hujan.
Sudah lewat tengah malam dan kami bertiga perempuan. Banyaknya berita seram tentang perlakukan di India terhadap perempuan apalagi turis, cukup membuat kami khawatir.
Kami diberitahu untuk ke India Tourism Development Corporation (ITDC) untuk membeli tiket kereta ke Jaipur lainnya. Dia bilang ada kereta jam 3 pagi ke Jaipur, hanya dia tidak tahu apakah tiket masih ada.
Menurut petugas itu juga kalau kereta batal berangkat maka uang pembelian kereta akan dikembalikan sepenuhnya, sesuai moda pembayarannya. Jika tunai akan di bayar tunai, jika rekening akan dikembalikan ke rekening semula, tanpa kita klaim. Kami percaya saja, makanya kami tidak urus pengembalian dana tiket, namun ternyata sampai kami kembali ke Jakarta, tidak ada pengembalian dana ke rekening kartu kredit ;(
Kembali tentang ITDC, kami tanya bagaimana menuju ke sana, naik apa, berapa ongkosnya. Lalu si petugas, yang kemudian cerita bahwa dia orang Ladakh, membantu kami menawar bajaj (di India disebut auto rickshaw atau auto saja) dan memberitahu harus mengantar kami ke ITDC, tunggu dan antar kembali ke stasiun, ongkos INR 600. Harga itu setelah si bapak mengeluarkan kartu anggota polisi, mungkin polisi stasiun ya... sebelumnya ongkos yang diminta 1000 rupee. Menurut kami 600 itupun sudah mahal. Tapi saya pernah baca kalau ongkos dari jam 11 malam sampai 5 pagi, naik 25% dari harga normal.
Bertiga beserta ransel kami berdesakan di auto. Jalan menuju ITDC cukup jauh, mungkin memutar, sebab jalan kembalinya sebenarnya dekat. Di jalan banyak polisi mengadakan pemeriksaan kendaraan, menurut pak supir karena sekarang sedang bulan ramadhan, jadi rawan kejahatan. Banyak jalan yang ditutup dan diberlakukan jam malam.
Sesampai di ITDC yang kantornya cukup kecil, hanya ada seorang bapak yang jaga. Kami ceritakan kejadian dan tanya apa bisa membeli tiket kereta lainnya. Awalnya cukup ramah melayani kami, dia mengecek komputer dan bilang kalau keretanya penuh. Lalu dia menawarkan bagaimana kalau naik mobil saja ke Jaipur, bisa hanya di antar atau sekalian pergi, keliling di Jaipur lalu kembali ke Delhi lagi. Kami tanya berapa biayanya? Dia bilang 24.000 rupee (lebih dari 5 juta rupiah) waaaakkkk apa gak salah????? itu hampir mendekati harga tiket Malindo pulang pergi Jakarta - Delhi.
Kami bilang kalau itu di luar budget kami, kami ini backpacker. Lalu dia tetap berusaha supaya kami sewa mobil, beberapa kali menurunkan harga sampai di harga 15.000 (masih lebih dari 3 juta rupiah). Itu masih di luar budget kami.
Kami berdiskusi, akhirnya memutuskan kami batalkan saja trip ke Jaipur, karena selain tidak pasti kereta dari Jaipur jalan juga, kami harus mengejar penerbangan ke Srinagar. Mulailah si bapak tidak ramah dan tidak sabar kepada kami.
Kami memutuskan untuk kembali ke NDLS untuk tinggal di sana sampai pagi, dan mungkin bertanya ke petugas orang Ladakh tadi. Tidak lama sampailah kami di NDLS, sebelum masuk ke area parkir auto, kami diberhentikan dan ditanya sambil membentak oleh petugas, mau ngapain? punya tiket gak? Tidak boleh masuk jika tidak punya tiket & karena kereta kami dibatalkan, kami tidak boleh masuk. Pak petugas membentak supir kami, disuruh mengantar kami ke ITDC. Kami sudah bilang kami dari sana dan tidak mendapatkan bantuan. Tapi petugas tidak mau tahu, kami harus keluar dari stasiun. Si bapak bilang sambil marah-marah, kalau kami ini perempuan, tidak aman jam segini di jalan (sudah lewat jam 1 pagi). Bahkan waktu auto kami berhenti untuk diskusi karena kami tidak mau dibawa kembali ke ITDC, pak petugas menghampiri kami dan membentak supir supaya cepat pergi.
Dibawalah kami kembali ke ITDC. Petugas ITDC sudah sebal lihat kami, mau ngapain lagi? Lalu kami cerita kalau kami dipaksa harus ke ITDC. Boleh tidak kami menunggu pagi di situ? kami tidak tahu mau kemana lagi. Bapak itu bilan kantor mau tutup, padahal setahu kami ITDC buka 24 jam. Jelasnya dia tidak mau kami ada di situ. No money no service!
Tidak ada empati sedikitpun, ini baru hari pertama kami datang ke India, begini sambutannya ya? Kami jadi membandingkan dengan negri kami sendiri, orang Indonesia akan membantu tanpa pamrih jika bertemu dengan orang dengan kondisi sepeti kami. Lagipula pagi tinggal beberapa jam dan dia tahu tidak aman untuk perempuan di jalan. Tapi dia memilih tidak perduli. Dia bilang ke hotel saja, dia menawarkan kalau mau dia akan telpon, harganya sekitar $200. Kami bilang budget kami tidak cukup. Lalu dia bilang ke supir auto untuk bawa kami ke hotel.
Kami bilang ke supir, tolong carikan hotel bagus, kami bayangkan bagusnya seperti di Jakarta, biasanya kita bisa duduk saja di coffee shopnya atau di lobynya. Pak supir bilang, hotel banyak yang tutup karena ramadhan, jadi jam 10 malam sudah tidak terima tamu.
Akhirnya setelah putar-putar kami dibawa ke Hotel Relax Inn, yang dari tampilan luar paling hotel bintang 1 saja. Kami tanya berapa harga kamar? Dia bilang $200 tapi dia beri diskon jadi $120 ditambah besok akan disediakan mobil untuk mengantar kemana kami mau. Harga itu tidak sebanding dengan hotelnya dan di luar budget kami.
Kami keluar dari hotel, tapi supir auto memohon ke kami supaya menginap saja, tidak aman di luar, sudah hampir jam 2 pagi. Akhirnya kami putuskan untuk tinggal, dengan pertimbangan keselamatan kami lebih penting, anggap saja bayar asuransi jiwa. Terpaksa membayar dengan kartu kredit teman saya.
Selanjutnya terjadi beberapa kejadian yang mengesalkan, yang membuat kami makin sebal dengan hotel itu. Kami ingin berfoto dengan pak supir sebagai terima kasih telah menjaga kami, tapi pak supir bilang minta ijin dulu boleh gak? Ternyata si manajer menolak mentah-mentah dengan sangat menyakitkan bilang, dia tidak tahu siapa si supir, itu orang asing. Kami sebal sekali dengan perlakuannya terhadap sesama. Akhirnya kami berfoto di halaman dan membayar supir. Pak supir menawarkan besok dia akan datang mengantar kemana kami mau, tapi kami tolak.
Kami diantar ke kamar. Kamar masih dalam keadaan kotor. Ditambahkan matras tambahan dan selimut yang kotor dan sudah sobek-sobek. Teman saya minta ganti selimutnya. Kami minta handuk dan air minum. Tapi petugas bilang harus bayar untuk airnya. What????? dengan harga $120????? Kami bilang tidak usah air minumnya, kami masih punya air yang kami ambil waktu di airport.
Tidak lama diantarlah 2 botol air minum. Kami masih sebal, jadi kami ambil botol dan langsung tutup pintu. Ternyata kamar seharga $120, tidak ada air panas, tidak ada wifi, AC tidak bisa di atur temperaturnya (bahkan tidak ada remotenya) dan amat sangat kotor.
Sudahlah, kami putuskan tidur dulu, besok pagi saja didiskusikan lagi, bagaimana selanjutnya.
Esok paginya (hari kedua).....
Kami bangun, mandi dan berbenar lalu ke ruang makan di bawah. Harga kamar termasuk sarapan yang katanya buffet. Ternyata yang namanya buffet itu hanya roti panggang, telur rebus, semacam dawet tapi kuahnya susu bukan santan. Kopi atau teh pilihan minumnya. Teko air panas, susu tidak diberi label, jadi kami tanya mana yang air panas, dengan santainya dituang di lantai, oh ini susu, ini air.......haaaaaaa!!!
Di ruang makan itu kami bertemu orang Perancis sekeluarga dan orang Spanyol. Teman saya bisa bahasa Perancis, iseng tanya ke sang ibu, kenapa mau nginap di hotel ini? Keluarlah cerita berapi-api bahwa mereka kena tipu, mereka sudah membayar trip tetapi ternyata tidak datang, si ibu yakin juga orang travel itu juga orang hotel. Mereka minta uang kembali dan akhirnya bisa kembali tapi habis waktu 3 hari mengurusnya. Si ibu juga ngomel-ngomel betapa joroknya hotel itu. Mereka juga ke ITDC sebelum sampai di hotel itu.
Lain lagi cerita orang Spanyol, dia sudah booking hotel tapi dia tidak diperbolehkan masuk karena jam malam katanya. Jadi dia dibawa ke ITDC dan berakhirlah di hotel jorok itu. Dia harus membayar EUR 120. Dia bilang setidaknya kalian bertiga dan harganya dalam $.
Kami jadi berasumsi bahwa ada konspirasi antara ITDC dengan hotel itu.
Kami sempat didekati oleh orang yang mengaku manajer dan pemilik hotel, dia menawarkan untuk tinggal sehari lagi, akan diberikan kamar yang lebi bagus dan diskon. Tak usah ya.....makasih......hahaha......
Teman saya gatal untuk bicara, dia bilang kalau boleh beri saran dan masukan, bahwa hotel ini sangat jorok dan sangat tidak ramah, harga sangat sangat tidak sesuai. Jadi ada baiknya untuk berbenah dan lebih melayani karena hotel itu menjual jasa, kalau reputasi tidak dijaga, siapa yang mau datang kecuali mungkin orang tertipu (tidak disebut tentu saja hahaha).
Teman saya memberi contoh layanan hotel-hotel di Bali, Indonesia. Dengan harga yang sama kami akan mendapatkan hotel berbintang 4 atau 5, setidaknya layanan yang jauh-jauh lebih baik. Bahkan meja makan di situ sangat kotor dan sepetinya belum pernah diganti entah sejak kapan.
Si pemilik beralasan bahwa hotel sedang direnovasi. Dibalas oleh teman saya renovasi seharusnya tidak ada hubungannya dengan kebersihan kamar dan ruang makan. Kami juga tidak melihat ada pekerjaan renovasi bahkan bunyi ketok palu pun tak ada.
Kembali ke kamar kami diskusi, bagaimana selanjutnya. Mau kemana kita sambil menunggu penerbangan ke Srinagar esok hari. Ada 2 pilihan ke bandara atau cari hotel di Paharganj, yang saya baca merupakan daerah hotel backpacker. Kami berniat menagih janji pemakaian mobil.
Cerita penipuan masih berlanjut...........
Ternyata oh ternyata yang dibilang mobil itu juga auto rickshaw, padahal hari sedang hujan. Kami sudah speechless, jadi kami naik saja ke auto. Kami minta diantar ke Paharganj, apa kata si supir???? Pahargaj banjir madam, sepaha, auto tidak bisa lewat. bagaimana kalau saya antar belanja? atau ke ITDC? walahhhh...apalagi ini????
Kami bilang jelas tidak ke ITDC, belanja juga tidak. Antar saja kami ke stasiun metro terdekat. Dari stasiun metro akan mudah kami pergi kemana kami mau. Dengan berbasah-basah ria sampailah kami di stasiun metro.
Kami bertanya ke petugas apa benar Paharganj kebanjiran sampai gak bisa dilalui? Gak tuh kata petugas.....waakkkkkkkkk.....
Kami memutuskan untuk mencoba ke hotel Krishna Plaza yang ada di dekat stasiun metro Rama Khrisna Ashram. Kami punya booking tapi untuk setelah kami kembali dari Ladakh nanti.
Saya biasa melakukan riset sebelum trip. Saya membaca tentang 1 day tourist card seharga INR 100, tapi sewaktu kami mau membelinya, petugas seperti baru dengar tentang kartu itu. Tapi mungkin saja sudah dihapuskan, walaupun saya baca di kaca loket masih tertulis. Akhirnya kami membeli 3 token, teman saya membayar INR 100, dikembalikan INR 50. Tapi waktu kami cek di mesin ternyata token hanya seharga INR 12, jadi berapa yang dikorupsi???? Makin sebal saja kami jadinya. Kami memutuskan untuk naik metro selanjutnya kami akan menggunakan metro card, semacam kartu prabayar isi ulang untuk naik metro. Dengan metro card ongkos jadi lebih murah (kalau tidak salah ada diskon dibanding dengan dengan token sekali jalan) dan tidak bisa dikorupsi oleh petugas.
Hotel Krishna Plaza ternyata tidak jauh dari metro dan berada di area Paharganj!!! dimana airnya ya??? sebelah mana yang banjir????
Kami mendapat kamar untuk bertiga yang bagus dengan extra bed, AC bagus, air panas, wifi, kamar bersih dan pelayanan yang ramah dan harga INR.2000 termasuk sarapan. Sempat minta 2.500 tapi saya tunjukkan booking kami jadi disamakan harganya dengan harga booking.
Hotel menawarkan penukaran $, karena kurnya cukup bagus dan tanpa potongan (1$ = INR63), maka kami tukar semua $ kami di sini. Ternyata di daerah sini banyak money changer dengan rate yang bagus.
Di depan hotel menjual egg chicken roll yang enak dan air botol (INR 15)yang paling murah di banding toko lain.
Setelah beristirahat sebentar, kami memutuskan untuk jalan-jalan di Delhi sebelum kami besok terbang ke Srinagar untuk trip Ladakh.
Ikuti cerita selanjutnya di tulisan berikutnya................
"Good times become good memories and bad times become good lessons"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar