2015/10/09

India Trip July'15 - Agra 1 day trip

Acara hari ini kami ke Agra berangkat pagi, pulang malamnya dengan kereta api untuk melihat UNESCO World Heritage yang ada di Agra.

Pukul 5 pagi kami di jemput teman India kami, Radha. Hanya perlu 15 menit jalan kaki menuju NDLS pintu Paharganj. Kereta kami Bhopal Shatabdi (12002) AC Chair, ada di platform 1, berangkat lewat 7 menit dari jadwal. 

Kereta cukup bagus, mirip dengan kereta eksekutif di Indonesia. Tak lama setelah kereta berangkat, dibagikan teh dalam termos, roti dan kue serta 1 liter air. OK juga layanannya. Delhi ke Agra memerlukan waktu 2 jam perjalanan dengan kereta ini. 


Train to Agra
Sesampai di stasiun kereta Agra Cantt, kami memutuskan untuk menyewa mobil untuk 4 orang. Sebenarnya di stasiun tersedia tour setengah hari atau 1 hari hanya saja akan jadi mahal kalau berempat. Sewa mobil dengan AC untuk 4 orang full day tour, Agra & Fatehpur Sikri INR 1.850 ditambah tol & parkir. Jika tanpa AC INR.1.650. Kota Agra panas sekali jadi kami memilih dengan AC. Daftar harga dapat dilihat di kios depan stasiun. Para supir berebut penumpang, terkadang sampai berkelahi karena rebutan penumpang.


Agra Cantt
FATEHPUR

Destinasi pertama ke Fatehpur Sikri (city of victory) yang terletak sekitar 40 km dari Agra. Mobil tidak diperbolehkan mendekati obyek wisata. Supir memberitahu kami untuk naik auto. Ternyata jaraknya hanya sekitar 300 m saja. Lalu kami putuskan untuk menggunakan guide. Sepanjang jalan menuju bagunan, di kiri kanan banyak penjual makanan & minuman. Pengunjung cukup ramai. Sebelum masuk ke pintu gerbang Fatehpur, kita harus melepas alas kaki dan menumpuknya per grup. Guide kami menjamin sepatu kami tidak hilang. Menurut guide kami Fatehpur dan Sikri merupakan 2 tempat yang berbeda. Untuk memasuki Fatehpur, tidak dikenakan biaya, sedang untuk Sikri harus membayar INR 250.


Fatehpur Gate
Dibangun pada paruh kedua abad ke-16 oleh Sultan Akbar, Fatehpur Sikri yang berarti Kota Kemenangan adalah ibukota Kesultanan Mughal sekitar sekitar 10 tahun. Kompleks monumen dan kuil-kuil, semua dalam gaya arsitektur yang sama, termasuk salah satu masjid terbesar di India, Masjid Jama. 

Konon kabarnya didirikan untuk menghormati orang suci bernama Salim Christi. Sultan Akbar yang mempunyai 4 istri dengan agama yang berlainan, Muslim, Katholik, Hindu dan Budha tidak mempunyai keturunan. Setelah bertemu dengan Salim Christi, kemudian baru lahir anak-anaknya. Karena itu makam Salim Christi dapat ditemui di sana, berdiri megah bangunan marmer putih, berbeda dengan bangunan lainnya yang berwarna merah.

Fatehpur sekarang merupakan tempat ziarah dan wisata, terdapat area makam, tapi ramai pedagang di dalamnya sehingga berkurang kesan sakralnya. Salah satu pedagang memaksa kami untuk membeli bunga. Kami sudah menolak dengan halus tetapi masih memaksa, bahkan guide kami ikut juga.

Area pemakaman

Langit-langit dan lorong cantik

pasar di kompleks Fatehpur
Cuaca sangat panas, sehingga waktu kami ditawari untuk ke Sikri, kami tolak. Sudah waktunya makan siang dan masih 2 obyek lagi yang harus kami kunjungi taitu Agra Fort & Taj Mahal. Tarif guide INR 950 untuk (4-8 orang), guide menunjukkan kartun yg juga tertulis tarifnya.

Kami makan siang di restoran dekat pintu keluar kompleks, yang juga menawarkan ice cream. Selesai makan, kami menuju Agra Fort, kami ingin melihat Taj Mahal waktu senja.

AGRA FORT

Agra Fort, juga dikenal sebagai Lal-Qila adalah puncak dari kota Agra, ibukota Kesultanan Mughal. Sebuah simbol kekuasaan, kekuatan dan ketahanan, masih berdiri sampai hari ini.

Pintu masuk utama benteng Agra benteng adalah Gerbang Delhi. Benteng dikelilingi parit lebar untuk keamanan, dahulu dilengkapi dengan pintu yang bisa dinaik-turunkan.

Kami membeli tiket Agra Fort  (INR 250) dan Taj Mahal (INR 750) di sini supaya tidak perlu antri lagi nantinya. Harga untuk warga India, jauh lebih murah. Tenyata dibalik tiket tertulis "valid for single entry on same day visit at following monuments (Asi's adminission fee to be purchased separately except at Taj Mahal)". Dibawahnya ada kolom-kolom Taj Mahal, Agra Fort, Fatehpur Sikri, Akbar's Tomb, Etimad-Ud-Daula. Mungkin kalau kita membeli tiket di Taj Mahal, bisa masuk gratis ke tempat yang disebutkan. 

Masih dengan arsitektur Mughal dengan dominasi warna merah, terdapat juga bagunan dari marmer putih. Di beberapa spot kita bisa memandang Taj Mahal dari kejauhan. 

Terdapat sebuah ruang kecil di menara dengan balkon marmer dengan pemandangan Taj Mahal, tempat dimana Shah Jahan (cucu Akbar, yang membangun Taj Mahal untuk istrinya Mumtaz Mahal) dipenjarakan oleh anaknya, Aurangzeb.


Pintu gerbang Benteng Agra yang megah

Bisa melihat Taj Mahal dari kejauhan

Agra Fort Diwan I Am (Hall of Public Audience)
Selesai dari Agra Fort, kami minta untuk diantar melihat-lihat suvenir khas Agra tapi malah kami dibawa ke toko karpet dan keramik. Supir memaksa kami ke tempat itu. Akhirnya setelah berdebat, kami minta diantar ke restoran yang ada ACnya, supaya kami bisa istirahat menunggu sore baru ke Taj Mahal.

Di restoran ini kami juga mendapat perlakuan kurang ramah dari pelayan. Mungkin karena kami hanya pesan minuman dan snack untuk dimakan bersama, entahlah.



TAJ MAHAL

Pukul 4 sore, kami bergerak ke Taj Mahal. Dari tempat parkir sampai loket pembelian tiket saja cukup jauh. Antrian tiket dipisah antara laki-laki, wanita, warga lokal & orang asing. Lalu antrian masuk juga dipisah. Kita harus melalui pemeriksaan badan dan barang-barang bawaan dibongkar. Pengunjung cukup ramai. Untuk naik ke bagunan Taj harus menitipkan alas kaki atau memakai pelindung alas supaya tidak mengotori bagunan marmer putih. 

Sejarah Taj Mahal tentunya sudah banyak yang tahu, jadi tidak perlu saya tuliskan. Sebenarnya dilarang memotret di dalam bagunan Taj Mahal tapi teman saya beruntung diperbolehkan memotret oleh petugas.

Taj Mahal

Tombs inside Taj Mahal

Twilight at Taj

Kami keluar dari Taj sekitar 18.30 menuju Agra Cantt. Kereta kami seharusnya pukul 21.15 datang terlambat. Kami sampai di Delhi tengah malam. Sebelum tidur packing dahulu karena besok kami pulang ke Jakarta. Kami sempatkan belanja di sekitar Pahargaj dan Karol Bagh sebelum berangkat ke airport.

Selesailah trip India kali ini. Meski mengalami kejadian buruk tapi kami puas dengan trip selama di Ladakh. Satu destinasi lagi yang bisa kami coret dari wish list kami ;p.


2015/09/11

India Trip July'15 - Srinagar to Delhi

Pukul 7.30 kami sudah siap check out, kami membayar tarif kamar ke pemilik penginapan, sambil tanya arah ke taxi stand untuk ke bandara. Kami berjalan kaki menuju taxi stand. Taxi berupa mobil jeep tua tanpa AC. Setelah tawar menawar akhirnya sepakat ongsok 500. Sampai di pintu gerbang, kami harus turun untuk pemeriksaan barang, ini bahkan belum masuk di area Airport. Dalam gerimis, kami mengantri, beberapa orang ibu-ibu seenaknya menyerobot antrian. Pemeriksaan lebih sadis ketimbang biasanya, badan diraba-raba, bahkan ibu India yang memakai sari diminta membuka selendangnya untuk melihat apa yang ada dibaliknya. 

Selesai pemeriksaan disini, kami naik mobil lagi karena jarak ke area airport masih agak jauh. Lalu pemeriksaan lagi sebelum kami harus mengisi form untuk turis asing. Selanjutnya mengantri di counter check in. Selain tas tangan harus dimasukkan bagasi. Semua barang diberi tag dan distempel termasuk yang di bawa ke kabin. Sebelum masuk ke ruang tunggu, ada pemeriksaan sekali lagi, kali ini semua barang bawaan kami dibongkar sampai sekecil-kecilnya. Ditanya ini apa, untuk apa dan seterusnya. Pemeriksaan memakan waktu hampir 15 menit. Beruntung kami berangkat agak pagi, hingga tidak sampai ketinggalan pesawat. Tag diperiksa dan diberi stempel lagi. Barulah masuk ke ruang tunggu.



Tibalah saat berangkat setelah delay 1 jam, petugas memeriksa boarding pass & stempel setiap tag, jika lengkap baru boleh lewat. Dari situ diketahui kalau tag bagasi kami belum distempel, jadi teman saya harus turun ke bawah minta stempel sebelum berangkant. Ternyata tas kami masih berada di counter check ini, hampir tidak dibawa ke pesawat. Selesai urusan stempel barulah kami naik pesawat. Kami naik Indigo menuju Delhi. Pesawatnya lumayan.

Sampai Delhi sekitar jam 12.30. Kami menunggu shuttle bus antar terminal dan berencana naik Airport Metro Express dari terminal 3. Ternyata hanya yang punya tiket penerbangan di terminal 3 yang merupakan terminal internasional saja yang boleh naik free shuttle ini. Aneh sekali..... Di Jakarta, orang boleh naik shuttle antar terminal tanpa harus punya tiket dan bisa ke terminal manapun.

Jadilah kami naik bus ke stasiun Metro Delhi Aerocity dengan membayar INR30. Lalu melanjutkan dengan metro sampai ke stasiun metro New Delhi (INR.80).

Kami akhirnya menemukan jalan keluar melalui salah satu jembatan yang ada di NDLS, setelah beberapa jalan dilarang masuk. Cuaca sangat terik, keringat sudah bercucuran, cepat capek. Di pintu keluar stasiun, kami memutuskan naik auto menuju Hotel Khrisna Plaza yang sebenarnya tidak terlalu jauh jika kami tidak membawa barang-barang.

Manajer dan karyawan yang bertugas bukan orang yang melayani kami sebelumnya. Kali ini tidak ada keramahan, hanya sekedarnya saja. Pelayanan lama, cenderung acuh. Kami booking triple room, tapi kami diberi kamar untuk berdua. Extra bed, handuk harus kami minta dahulu baru diantarkan. Beda sekali dengan layanan sebelumnya. Bahkan kran shower di kamar mandipun rusak, jadi terkadang air panas tidak bisa keluar.

Setelah istirahat kami makan dan jalan-jalan sekitar Paharganj.Sebelum kembali ke hotel, membeli double egg chicken roll di warung depan hotel, enak....
Lalu menyiapkan perjalanan ke Agra besok pagi-pagi, kereta kami jam 6 pagi dari stasiun NDLS.



India Trip July'15 - Miserable Trip to Srinagar

Sejak jam 4 pagi mobil kami terhenti di kota Dras, tidak tahu kapan bisa melanjutkan perjalanan. Jalan ke arah Srinagar di tutup, hanya mobil terutama yang mengangkut logistik ke arah Leh yang diperbolehkan lewat. Di Dras susah mencari toilet.

Sekitar pukul 10 pagi masih belum ada kepastian kapan mobil diperbolehkan lewat. Kami cari sarapan, tapi kebanyakan hanya menyediakan kari. Akhirnya di salah satu warung, kami minta dibuatkan omelet dengan irisan cabai, makan dengan nasi. Hmmm nikmat.....

stuck at Drass for 10,5 hours
Lewat jam 1 siang masih juga belum diperbolehkan jalan. Kami mencari toilet, sudah tidak tahan memenuhi panggilan alam. Kami bertanya-tanya dimana toilet, tidak ada yang bisa membantu. Sampai akhirnya bertemu petugas pariwisata Dras, kami diperbolehkan menggunakan toilet di kantornya. Kantor baru dibuka waktu kami datang. 

Kami sempat mengobol, menurut petugas itu, Dras bisa sampai - 60 derajat saat musim dingin. Dras menawarkan beberapa rute trekking yang diminati.

capturing plants while waiting.....
Sekitar jam 2 siang, ada kabar kalau mobil diperbolehkan melanjutkan perjalanan, dengan syarat penumpang menyerahkan tiket pesawat dari Srinagar untuk keesokan harinya. Saya membawa tiket untuk kami bertiga hanya 1 lembar, jadi harus mencari tempat foto copy. Ali, supir kami tidak menemukan tempat foto copy karena listrik sedang mati. Akhirnya kami memutuskan untuk menyerahkan tiket itu. Beruntung saya juga menyimpan soft copy tiket di HP. Kami usahakan mobil bisa lewat meskipun hanya kami bertiga yang punya tiket. Situasi kacau, semua orang ingin segera berangkat. Beberapa petugas tidak memperbolehkan kami lewat. Akhirnya setelah memohon ke salah satu petugas yang ternyata kepalanya, kami diperbolehkan lewat, waktu sudah sekitar jam 14.30.

Sekitar pukul 5 sore, kami sampai di suatu tempat entah dimana , mobil diberhentikan lagi, jalan ke arah Srinagar ditutup. Antrian sampai beberapa kilo meter. Mungkin ada tradisi pulang mudik juga di sini, mayoritas masyarakat Srinagar memang muslim. Ini mengingatkan saya, kenapa kami tidak jalan-jalan di Indonesia selama libur lebaran, ya untuk menghindari macet dimana-mana dan harga transport dan akomodasi mahal, karena tradisi pulang kampung dan libur panjang.

Hari sudah gelap, mobil masih tidak boleh jalan. Hanya mobil dari arah Srinagar saja yang boleh jalan. Kami heran kenapa tidak dibuat bergantian. Problem toilet kembali datang. Tidak ada yang mau membantu megijinkan kami menggunakan toilet.....sangat membuat frustasi.....

Sampai akhirnya kami menemukan pemilik warung yang baik hati mengijinkan kami setelah teman saya memohon-mohon. Beberapa orang lain di warung itu sebelumnya bilang tidak ada toilet di situ. Selesai melepas hajat, setidaknya kami membeli sesuatu, kami memesan chai, tapi sewaktu membayar, pemilik warung tidak mau dibayar. 

stuck again for 5 hours

Akhirnya sekitar jam 10 malam, jalan dibuka. Ali langsung ngebut meskipun jalan sempit, berkelok-kelok, satu sisi tebing, sisi lain jurang. Kami hanya pasrah saja, yang penting selamat sampai ke Srinagar besok pagi-pagi. Kata Ali: believe Ali & Allah ;P

Sekitar jam 1.30 pagi sampailah kami di Srinagar. Problem berikutnya mencari penginapan. 5 orang dari penumpang memerlukan penginapan, 3 orang lainnya warga lokal. Ali memperkenalkan kami dengan seorang bapak yang katanya pemilik penginapan. Kami bertiga bilang kalau kami tidak mau menginap di house boat, sedang 2 orang lagi ingin di house boat. 

Kami dibawa jalan menyusuri sungai. 2 orang akhirnya memutuskan menginap di house boat yang ditawarkan. Si bapak memaksa kami bertiga juga tinggal di house boat, tapi kami berkeras tidak mau, seperti yang sudah kami katakan sejak awal. Akhirnya kami di bawa ke penginapan di gang sempit yang ternyata bukan milik dia.

Kami diantar ke salah satu kamar yang hanya berisi 1 tempat tidur, terlalu sempit untuk bertiga. Si bapak memaksa kami untuk membayar INR.1.000 saat itu juga. Lalu teman saya bilang, yang kami perlukan sekarang air panas untuk mandi, kami tidak keberatan dengan kondisi kamar. Dia berkeras kalau air panas akan keluar 15 menit lagi, bayar sekarang! Teman saya jadi marah, kami sudah sangat capek, lalu mendapat perlakuan seperti itu, dan ternyata air panas memang tidak keluar. Lalu kami dipindahkan ke kamar lain yang bisa langsung dapat air panasnya, tapi kondisi kamar sangat jorok. Kami sudah tidak punya tenaga untuk berdebat lebih lanjut, sudah lewat jam 2 pagi.

Si bapak dengan marah meninggalkan kami. Lalu datanglah pemilik penginapan, kami minta bantal yang jorok ditukar. Setidaknya masih ada yang bisa kami syukuri, sudah sampai di Srinagar dengan selamat sebelum waktu penerbangan kami ke Delhi. Yang penting sekarang mandi dulu lalu tidur..... 

#Good times become good memories and bad times become good lessons.

2015/09/10

India Trip July'15 - Pangong Lake back to Leh

Kami bagun pukul 5.30 pagi, membersihkan diri, berberes, lalu jalan-jalan sekitar danau sampi menunggu makan pagi siap. Kami bertiga sarapan pukul 6.30, yang lain belum bangun sepertinya. Roti bakar, omelet dan chai, lalu tiba-tiba si pemilik datang menawarkan nasi goreng ala India Selatan, nah ini baru cocok di lidah kami, pedasss.


Breakfast with toast, omelet & Indian fried rice @dining tent
Pemilik Nomadic menyarankan kalau pak supir menjemput 2 orang Jerman di penginapannya, sambil membawa barang kami. Jadi kami masih punya waktu foto-foto dan menikmati keindahan danau di pagi hari yang sedang cerah. Warna danaupun jadi biru, cantik sekali. Sekitar danau beberapa tumbuhan cantik di antara bebatuan.


Pangong lake in the morning

flowers among the rocks

Unique Pangong lake between sand/rocky and snowy mountains
Sepanjang tepi danau, banyak area camping lainnya, beberapa terlihat lebih mewah dibading tenda kami. Bertepatan kami sampai di jalan raya, mobil kami juga sampai dengan 2 penumpang lainnya. Kamipun melanjutkan perjalanan. 

Pak supir berbaik hari berhenti jika ada spot yang cantik atau kalau kami perlu ke toilet. Sepanjang perjalanan ke Nubra maupun Pangong, mudah ditemukan toilet. Beberapa cukup bersih.


a pack of wild dogs
Yaks, Himalayan Marmots & Wild Dogs


Kami sampai di Leh sekitar pukul 14.00. Kami turun di Ladakh Journey, dan mendapat kabar baik kalau jalan Leh - Srinagar sudah dibuka kembali, tapi mobilnya belum dapat. 


Ladakh Journey & Venture Ladakh Travel Agent @ Changspa Road

Sambil menunggu mobil, kami makan siang dahulu di Amigo. Bimbimbab & sup ayam pedas (tapi gak pedas) & mango lasy. 


Our last Korean food in Leh
Akhirnya kami dapat taxi share ke Srinagar per orang INR.2.200,- berangkat lewat jam 5 sore, ternyata kami harus putar-putar Leh dahulu, menjemput penumpang lain. 2 dari kami mendapat duduk di tengah, 1 orang di belakang. Di depan seorang ibu India, 2 orang lagi di belakang, pasangan cowok Rusia & cewek Italia yang baru bertemu di Manali.

Bangku tengah seharusnya untuk 3 orang, tapi ternyata 2 orang lagi masuk, seorang bapak & anak laki-laki yang sedang sakit parah, menggunakan infus & kateter. Wah....kami kaget sekali, bagaimana bisa sesakit itu naik mobil umum berdesakan, bukan dengan ambulance. Kami kuatir terjadi sesuatu pada anak itu. 

Hari gerimis, kami masih di terminal Leh. Supir-supir berdebat, sepertinya mengupayakan anak sakit itu ke mobil yang lebih lega. Akhirnya bapak & anak sakit itu pindah ke mobil lain, mendapat tempat duduk di tengah hanya berdua, bertukar tempat dengan 2 orang pemuda pindah ke mobil kami. Jadilah kami bersempitan berempat hiks....tapi masih mendingan dibanding harus berdesakan dengan anak yang sakit parah. Akhirnya jam 18.45 mobil meninggalkan Leh dalam hujan. 

Ali, sang supir ngebut, sampai sempat berhenti karena penumpang di belakang muntah. 
Keluar dari Leh, melewati highway yang rapi dan mulus, penuh lampu di kiri kanan. 

Lewat tengah malam, mobil sempat distop tidak bergerak selama kira-kira 30 menit, untung masih bisa lanjut. Pukul 4 pagi sampai di Drass, antrian mobil panjang sekali dan tidak diperbolehkan lewat, sampai entah kapan....jalanan di jaga oleh polisi dan tentara.

bersambung ke tulisan berikutnya.....Miserable Trip to Srinagar


India Trip July'15 - Leh to Pangong Lake

8.30 kami minum teh di Amigo sekalian pesan Kimbab & Gyeran Mari dibungkus untuk makan diperjalanan. 8.20 kami berangkat, saya berikan copy PAP ke supir. Pak supirnya agak tua, bawa mobilnya santai, gak bikin pusing. Kami menjemput 2 pesrta lainnya, orang Jerman. 

Dalam perjalanan keluar dari kota Leh, kami melewati Shey Monastery & Thiksey Monastery tapi tidak berhenti. Pemberhentian pertama di Karu check point, kami berikan passport ke supir, dia yang mengurusnya.

First check point

Pemandangan sepanjang jalan menuju Pangong lake hampir sama, pegunungan batu atau pasir, dari jauh ada terlihat puncaknya berselimut salju. Sesekali berpapasan dengan motor atau mobil lainnya.
view along the way to Pangong Lake

Sekitar pukul 11, sampailah di Chang La, pada ketinggian 5.360 m menjadikan Chang La sebagai the third highest motorable road in the world. Kami tidak mengalami gangguan lagi, badan sudah beradaptasi dengan ketinggian.Chang La diambil dari nama kuil yang didedikasikan kepada pertapa Changla Baba. Chang La terletak pada National Highway 21 atau juga dikenal sebagai Leh–Manali Highway.

Chang La, the the third highest motorable road in the world (5.360m)
Di Chang La kami beristirahat sambil makan yang kami bawa dari Leh. Di sini juga ada beberapa kedai untuk minum teh dan makan.

Pemberhentian selanjutnya sekitar 12.45 di Tangtse yang merupakan check point kedua.
Pukul 14.30 sampailah di Pangong Lake, cuaca mendung, air danau juga tidak terlalu biru. Tidak terlihat banyak pengunjung. Di pinggir danau ada beberapa warung makan dengan tulisan atau poster "3 idiot". 

lunch @ Pangong lake
Kami makan siang di warung tepi danau Pangong. Harga dan rasanya tidak sesuai tapi lumayanlah buat mengganjal perut. Selagi makan, kami ditegur oleh seseorang, masih ingat saya? ternyata dia supir di Srinagar yang pertama kali menawarkan taxi share ke kami. Dia cerita kalau dia pergi mengambil taxi dan menunggu kami selama 2 jam tapi tidak kelihatan lagi. Kami tidak tahu kenapa akhirnya bukan mobil dia yang kami pakai, karena transaksi dilakukan oleh pemilik Al Sammad. Supir ini, namanya Ramesh Tamang, cerita kalau orang Srinagar itu jahat, dia minta bagian dari ongkos yang kami bayar, hal ini mengkonfirmasikan kalau omongan supir yang membawa kami benar. Pengalaman kami selama di India memang hanya orang Ladakh yang jujur dan ramah tanpa pamrih. Bahkan di Leh, kami kena tipu, asumsi kami jika sudah lama tinggal di Ladakh setidaknya menjadi seperti orang Ladakh, tidak benar juga ;(

Pangong Tso dalam bahasa Tibet berarti danau panjang, sempit yang mempesona, ada pada ketinggian 4.350m. Panjangnya 134 km, titik terlebar 5 km, keseluruhan luasnya 604 km2. 60% luasnya berada di Tibet, sisanya di India. Air danau berubah sesuai cuaca. Air danau sedikit asin, payau. Tidak ada aktifitas apapun di danau, mungkin daerah ini belum dikembangkan, misalnya untuk berlayar, memancing atau kegiatan air lainnya. Tapi dengan demikian danau ini masih asri terjaga.

changes color according to the weather
  
Sekitar pukul 16, kami diantar sampai area camping. Kami menginap di Nomadic Life Camp, di desa Spangmik. Tenda kami berisi 1 tempat tidur besar & 1 single, 1 meja kecil lalu disekat untuk memisahkan area berisi toilet dan wastafel di belakang tempat tidur. Nyaman sekali. Supir mengantar kedua orang Jerman yang semobil, mereka menginap di guest house, areanya berbeda dengan area camping.

Kami disambut dan dilayani pemiliknya dengan baik sekali. Diantar lemon tea panas, lalu diberitahu kalau listrik baru akan menyala jam 19.30, jadi dia akan kembali mengambil HP & baterai yang perlu di-charge. 

Hari masih terang, kami sempat foto-foto sampai hampir gelap. Istirahat sebentar sambil menunggu makan malam.

Tak lama setelah listrik menyala, pemilik camp datang ke tenda, mengambil barang yang akan di charge. Dia juga mengisi botol-botol kami dengan air. Di tempat yang tinggi sebaiknya banyak minum air putih.

Makan malam di tenda makan akan tersedia jam 20.30. Kami dipersilahkan mengambil makanan & minuman sendiri, makanannya seperti biasa kari. 

Kembali ke tenda setelah makan, nyaman sekali tidur dengan selimut tebal. Kami diantar botol penghangat berisi air panas. Wah benar-benar prima layanannya......top banget deh
Saking nyamannya, rencana untuk melihat langit dengan banyak bintang terkalahkan dengan hangatnya tempat tidur hahaha.....

comfortable and excellent services

India Trip July'15 - Nubra Valley back to Leh

Pukul 6 kami sudah siap, kemarin supir bilang akan berangkat pukul 7 pagi. Ketiga orang India belum bangun. 

Kami memesan lemon tea, sambil menikmati dinginya hawa pegunungan. Halaman GH banyak di tanam sayuran, buah-buahan dan bunga-bunga. Ada sawi, selada, bunga kol, pohon apel, walnut, aprikot, mawar, daisy, dll. Kami sempat ngobrol dengan pengurus GH yang ternyata orang Nepal. Kami cerita ingin ke Nepal suatu saat, dia minta kami memberitahunya kalau kami ke sana, mungkin saja bertepatan dengan jadwal dia pulang kampung.

Sampai supir membunyikan klakson berkali-kali barulah ketiga orang India siap berangkat, waktu sudah pukul 9.10. 

Dalam perjalanan kembali ke Leh, hanya berhenti sebentar di Khardung La, kali ini tidak terlalu pusing, sudah mulai menyesuaikan diri. 

Pukul 14.00 sampailah di Leh. Kami turun di Venture Ladakh, sekalian mengatur trip ke Pangong Lake esok pagi. Ternyata belum dicarikan peserta lain untuk sharing taxi. 

Untuk penginapan malam ini, kami diantar ke Lungskor GH di jalan kecil samping Venture Ladakh, depan restoran Korea Amigo. Kami mendapat kamar yang besar sekali, dengan banyak jendela spektakuler menghadap ke gunung (INR 700). Pemiliknya ramah dan baik sekali.


Family room with spectacular view
Kami sudah kelaparan dan memutuskan makan di Amigo, restoran Korea di depan GH dan di atas Venture. Bertiga kami makan kimbab tuna (250), vegi bimbimbab (250) & 1 sup namanya lupa (250). Makanannya enak meskipun kurang pedas, mungkin sudah disesuaikan dengan lidah lokal. Pemilik restoran orang Ladakh yang menikah dengan orang Korea, mereka tinggal di Korea dan membuka restoran Indian Curry di Seoul, jadi resto di Leh diserahkan ke keponakannya. Kami sempat ngobrol dengan pemiliknya yang kebetulan sedang liburan di Leh dengan istri dan anak perempuannya.


Taste Korean food at Leh
Kami jalan-jalan sekitar Main Bazar. Teman saya antri di ATM State Bank of India meskipun gerimis, antrian cukup panjang, menurut orang Delhi yang antri di belakang Lanny, tidak dikenakan biaya penarikan sampai 3 kali penarikan setelah itu baru dikenakan INR 20. Kenyataannya setelah kembali ke Jakarta, rekening bebani biaya rp.20.000 per transaksi. 


ATM queing at Main Bazar, Leh
Sambil menunggu, saya melihat-lihat Tibetan refugee market, hanya berupa tenda darurat, mereka menjual kerajinan & suvenir. Di Leh terdapat beberapa pasar seperti ini.

one of Tibetan refugee market @Main Bazar, Leh
Ada juga penjual sayur, buah-buahan, kacang-kacangan di pinggir jalan. Kami membeli anggur hijau, plum dan delima. Di Leh penggunaan plastik dilarang, jadi belanjaan biasanya dibungkus kantong kertas atau tas kain.


Kami sempat mampir lagi di toko Mir. Menemukan toko Tibetan yang menjual produk-produk Tibet seperti teh, minyak-minyak, cream, lotion, shampo, dll. Tokonya kecil tapi ramai pengunjung, harga juga tidak mahal.

Sebelum kembali ke GH, kami mampir ke Venture untuk memastikan taxi sharing ke Pangong Lake besok pagi. Ternyata hanya ada tambahan 2 orang, jadi ber 5, per orang harus membayar INR.1.900. Kami ditawari untuk menginap di tenda di Pangong, semalam sudah termasuk makan malam dan makan pagi untuk bertiga INR.2.000. Katanya itu harga diskon karena pemiliknya teman dia. Jadi kami ambil, paling tidak sekali dicoba. Harga menginap di tenda memang lebih mahal dibanding di GH.

Kami mendengar kabar kalau jalan dari Leh ke Srinagar ditutup karena ada longsor. Awalnya kami berencana menginap semalam lagi di Leh sepulangnya dari Pangong, tapi kami disarankan untuk pergi lebih awal, khawatir ada hambatan di jalan menuju Srinagar, karena kami sudah punya tiket pesawat dari Srinagar ke Delhi. Daripada tertinggal pesawat lebih baik menginap di Srinagar. Itupun kalau jalan sudah dibuka. Jadi berdoa saja semoga sekembalinya kami di Leh, sudah bisa dilewati.
Kami memesan taxi sharing dari Leh ke Srinagar di Ladakh Journey, agen travel di sebelah Venture Ladakh, agen ini lebih berpengalaman mengurus taxi sharing. Bahkan trip ke Pangong diurus oleh Ladakh Journey. Venture Ladakah lebih tepat kalau untuk booking atau sewa kegiatan & perlengkapan outdoor.  

Kami makan malam di Amigo lagi, kali ini ramyun (200) dengan gyeran mari, telur dadar gulung Korea (80). Selesai makan, kembali ke GH, istirahat & packing. Esok pagi akan berangkat ke Pangong.



2015/09/07

India Trip July'15 - Leh to Nubra Valley

Pagi-pagi kami check out, lalu sarapan di Open Hand Cafe. Kami berharap dapat akses internet untuk memberi kabar keluarga dan teman-teman. Ternyata tidak dapat juga.

Sebelum pukul 8 kami sudah siap di ujung jalan sesuai janji dijemput oleh Sonam, dari Venture Ladakh. Berjalan lewat jalan pintas, kami menuju Venture. Di jalan kecil samping Venture kami menemukan restoran Korea, Amigo yang berada di atas Venture. Nantinya kami akan sering makan disini.

3 orang India sudah menduduki mobil, 1 orang di depan dan 2 orang di tengah. Jadi terpaksa 2 dari kami duduk si belakang dan 1 di tengah. Mobil berangkat jam 8.30. Supirnya masih muda, bawa mobilnya ngebut, padahal jalan naik turun dengan belokan tajam. Kami yang duduk di belakang sampai mual dan sesekali kepala terantuk kap mobil.


Nubra Valley lies about 150 km north of Leh


OTW Nubra Valley from Leh & Check Point Station

Check point pertama di South Pulu, kami berikan passport dan PAP ke supir untuk dibawa ke pos pemeriksaan. Untuk warga India, hanya diminta data diri saja.

Khardung la terletak 39 km dari Leh. Jalan beraspal sepanjang 24 km sampai South Pulu, selanjutnya sampai North Pulu check point kedua, jalan berbatu, sesekali salju cair membentuk sungai di jalan. Dari North Pulu sampai ke Nubra, jalan terawat baik, kecuali pada daerah yang terdapat lonsoran batu. 

Kami sampai di Khardung la Pass sekitar 10.30. dengan ketinggian 18.380 feet (5.514 m dpl), dipercaya sebagai "World Highest Motorable Road". Terdapat papan peringatan untuk tidak berada di situ lebih dari 20-25 menit. Kami merasakan efek tipisnya oksigen. Teman saya malah sempat tidak bisa bergerak, jadi mengambil waktu duduk sebentar. 

Kami semangat foto-foto. Tiba-tiba klik, kamera saya macet, lensanya tidak bisa menutup lagi. Waaaaa....padahal perjalanan baru saja dimulai, masih banyak hari tersisa sampai trip selesai. Jadi sejak itu saya mengandalkan foto Sisca, kadang saya memakai kamera HP. 

Disana sini masih terlihat salju. Banyak juga rombongan pengendara motor. Jika ingin memakai motor, bawa juga persediaan bensin. 


Khardung La Pass - World Highest Motorable Road
Sekitar 11.45 kami sampai di Samstanling Monastery, biara Budha yang didirikan tahun 1841 berada di desa Sumur di wilayah lembah Nubra. Letaknya berdekatan dengan desa terakhir di Nubra Valley, Panamik. Kami hanya melihat-lihat sebentar lalu melanjutkan perjalanan.

Samtanling Gompa, Sumur, Nubra Valley

Setelah melalui check point kedua di North Pulu, kami berhenti makan siang. Kami makan hot garlic rice (INR 60) dan mix vegetable maggi (INR 30) yang ternyata seperti Indomi dengan sayur, lumayanlah, sudah malas makan kari lagi. Kami juga sudah kangen makan mi hehehe....

North Pulu Check Point
Hot Garlic Rice & Mix Veg Maggi for Lunch

Pemberhentian berikutnya adalah di puncak bukit dimana patung Maitreya Budha setinggi 32 meter menghadap arah Pakistan.  Pembangunan patung itu dimulai pada April 2006 dan ditahbiskan oleh HH Dalai Lama pada 25 Juli 2010. Patung dibangun dengan tiga harapan yaitu untuk perlindungan desa Diskit, pencegahan perang lebih lanjut dengan Pakistan, dan untuk menyuarakan perdamaian dunia.

Maitreya Budha, Diskrit, Nubra Valley

Dari lokasi patung, kita dapat melihat Diskrit Gompa/Monastery dari kejauhan. Kami tidak sempat mengunjunginya. Di sini kami bertemu dengan 2 orang India yang seharusnya ke Nubra bersama kami dari City Heart GH. Salah seorang dari mereka bertanya kenapa kami membatalkan trip ke Nubra? Wah...wah....kami agak kaget, bukannya justru mereka yang membatalkan trip karena ingin naik motor? Kami bilang, bahwa justru yang kami dengar dari pemilik penginapan sebaliknya, mereka yang membatalkan lebih dahulu. 

Dari situ kami tahu kalau si pemilik penginapan bohong. Mungkin ingin agar kami masing-masing menyewa secara terpisah bukan sharing, sehingga dia mendapat keuntungan lebih besar. Tapi bukannya untung malah buntung.

Untunglah salah seorang dari mereka bertanya sehingga salah paham terselesaikan dan kami tahu kami dibohongi. Jadi pastinya kami tidak akan kembali menginap di City Heart ketika kami kembali ke Leh. 

Perjalanan dilanjutkan ke Hunder Sand Dunes, padang pasir putih di tengah-tengah pegunungan berselimut salju, alam yang unit terletak antara Hunder dan Diskit. Merupakan salah satu gurun dataran tinggi di dunia.

Beberapa aktivitas yang ditawarkan untuk pengunjung: safari naik Bactrian Camel mengelilingi Hunder Sand Dunes, panahan, melihat tarian, berkemah, bermain pasir dan foto-foto pastinya. Kami bertiga heboh foto selfi dengan tongsis, sampai beberapa pengunjung minta bantuan kami memotret hahaha....senang juga bisa membantu.
Salah satu rombongan terdiri dari 4 pasangan mahasiswa malah minta foto bersama kami.

Camel Safari @Hunder, Nubra Valley

Hunder Sand Dunes, Nubra Valley
Kami tinggal cukup lama di Hunder, sampai hampir gelap. Ini destinasi terakhir sebelum mencari penginapan. 2 pilihan bermalam di Nubra Valley, di tenda atau guest house. Kami menemukan tenda dengan harga INR 2.200 per tenda, namun peserta India merasa terlalu mahal karena mereka harus membayar sendiri atau berdua. Akhirnya kami sepakat untuk menginap di Ibex Guest House. Kami mendapat kamar yang besar sekali untuk bertiga dengan kamar mandi di luar (INR 1.200)

Kami memesan makan malam, mie goreng per porsi INR 150, kami memesan 3 karena kami kira porsi seperti maggi waktu makan siang, hanyasedikit. Per porsinya ternyata banyak sekali, hanya sanggup menghabiskan separuhnya. Yang memasak bilang, memang diberikan lebih karena takut kami kelaparan....hahaha....sayang sekali jadinya kebuang.

Ibex Guest House, Hunder, Nubra Valley

Udara cukup dingin.....Tempat tidurnya keras, tapi karena capai, tetap bisa tertidur lelap. Selamat malam!

2015/08/27

India Trip July'15 - Leh (2)

Pagi-pagi Lany sudah bangun, janjian dengan Laura mau ikut kelas Yoga di Mahabodi Yoga Center, Changspa Road. Saya berdua Sisca pergi sarapan di Open Hand Cafe yang ada di depan penginapan. Cafenya cantik sekali, selain makanan minuman juga menjual pakaian, tas, kerajian dan pernak-pernik dengan desain unik. 

Yang penting ada fasilitas wifi-nya karena sudah beberapa hari kami tidak dapat akses internet,  bahkan di penginapan, katanya internet di Leh semuanya mati.
Beruntung kami dapat akses internet di cafe itu. Kami memesan pancake, kopi dan teh untuk sarapan.

Breakfast @Open Hand Cafe, Leh

Selesai sarapan, kami menuju Pashmina Hut, sesuai janji dengan Mir. Sepajang jalan banyak orang Ladakh ramah menyapa "Julley", sapaan yang memiliki banyak arti, hallo, apa kabar, selamat datang/pagi/siang/malam, terima kasih, dsb. 

Berada di Ladakh serasa bukan bagian dari India, secara fisik orang Ladakh lebih mirip orang Tibet, merekapun jauh lebih ramah ketimbang orang India di Delhi misalnya. Juga lebih jujur dan baik hati. Leh kota turis, karenanya penduduk sudah terbiasa dengan orang asing. Bahkan pariwisata merupakan mata pencaharian mereka, jadi memang tepat jika mereka bersikap ramah ke pengunjung. 

Mir belum datang, jadi kami putuskan untuk pergi sendiri ke Tourist Information Centre (TIC) yang ternyata tidak jauh dari toko Mir. Di TIC kami diberitahu kalau ada perubahan aturan, pengurusan permit harus melalui travel agent dan bukan di TIC tapi di Office District Magistrate (ODM). Di TIC ada 1 ruangan yang dijadikan museum tentang Ladakh, kami melihat-lihat sebentar sebelum pergi.

Leh Tourist Information Centre
Kami kembali ke toko Mir, kami ceritakan tentang permit harus lewat travel agent. Lalu kami diantar ke Changspa Road, travel agent temannya Ladakh Journey belum buka, jadi kami ke travel di sebelahnya, Venture Ladakh.

Untuk mengurus PAP, kami harus memberikan passport & kartu Environmental Fee yang telah kita bayar sebelum masuk Leh, dengan kartu ini dapat mengurangi biaya PAP. Jika hilang maka harus membayar fee yang sama. Destinasi yang dikunjungi dan durasi ijperin mempengaruhi biaya permit. Travel mengenakan biaya pengurusan INR 500 untuk 1 grup permit. 

Kami diminta untuk mengambil trip ke Nubra di travel itu, karena dengan mengurus PAP mereka bertanggung jawab terhadap pemberian PAP tsb. Kebetulan kami memang harus mencari shared taxi karena pembatalan kemarin. 

Pengajuan PAP seharusnya bisa dari internet tapi internet di Leh sedang mati, jadi travel harus urus langsung dan input di komputer kantor ODM.  

Trip ke Nubra bisa dilakukan dalam 1 hari, tapi kami ambil trip 2 hari dan menginap semalam di Nubra. Biasanya travel-travel akan menempel pengumuman butuh berapa orang lagi untuk share, semakin banyak orang bergabung, ongkos akan makin murah. Tinggal jadwalnya dan tujuannya cocok atau tidak.

Kami kembali ke penginapan. Kami beritahu ke pemilik penginapan kalau kami sudah urus PAP & shared taxi di travel agent, tapi masih kurang orang jadi saya berikan kartu nama travel, kalau ada yang mau gabung.

Lany masih belum kembali dari yoga. Sambil menunggu dia pulang, kami putuskan makan siang di Open Hand Cafe lagi. Kami memesan vegeterian fried rice & omelet, porsinya banyak sampai tidak habis. Lany datang dan makan di situ juga. Internet ternyata sudah tidak bisa diakses lagi. Tadi pagi kami beruntung masih dapat akses.

Selesai makan kami berangkat ke travel lagi. Baru beberapa meter, Lany tidak bisa lanjut, sakit kepala katanya, dia mau balik ke kamar saja. Sepertinya kecapekan setelah ikut yoga selama 3 jam, terlau semangat.....

Saya berdua Sisca lanjut ke travel. Kami diminta untuk kembali sekitar jam 6 sore, sekalian memastikan biaya transport dibagi berapa orang untuk ke Nubra Valley besok pagi. 

Changspa Road on the way to Shanti Stupa
Kami putuskan ke Shanti Stupa yang tidak jauh dari Changspa. Terletak di ketinggian 4.267 meter, kita bisa melihat kota Leh dan sekitarnya. Kita harus mendaki sekitar 500 tangga untuk mencapainya.

Hari masih panas, jadi kami duduk-duduk dahulu sebelum mendaki sampai agak sore. Kami mengobrol dengan keluarga dari Florence, Italy, ayah, ibu dan anak perempuannya mungkin 10 tahun yang ternyata sering mengunjungi Indonesia. Malah beberapa destinasi yang belum kami kunjungi. Si Ibu bercerita kalau anaknya suka sekali Indonesia terutama lautnya. 



Shanti Stupa berkubah putih, dibangun mulai tahun 1983 oleh biksu Jepang dan Ladakh, diresmikan Agustus 1991 oleh Dalai Lama. Bertujuan untuk memperingati 2500 tahun agama Budha, perdamaian dan kemakmuran dunia. 

Konstruksinya berbeda dengan arsitektur gaya Ladakh. Terdiri dari 2 tingkat, tangga mengarah ke tingkat pertama terdapat Dharmchakra, seperti dalam pita putih dari bendera India dengan dua rusa di setiap sisi, juga gambar Sang Budha dalam warna emas.
Pada tingkat kedua menggambarkan kelahiran Budha, mengalahkan setan dengan meditasi, Sang Budha wafat, semuanya dalam warna cerah.




Dari Shanti Stupa kita bisa melihat Leh, Istana Leh, Lembah Indus, beberapa desa di sekelilingnya.

Turun dari Shanti Stupa, kami mampir membeli roti di toko roti Jerman, kami lihat banyak resto Jerman di Leh. 

PAP sudah jadi, rincian biaya terdiri dari 60 untuk red cross, wild life fee 300, environment fee 900 total untuk bertiga 1.260, ditambah biaya pengurusan oleh travel 500, lalu dikurangi dengan environment fee karena kami menyerahkan kartu kami.
Seminggu sekali travel dapat menagih penggantian environment fee tadi dengan menukarkan kartu ke ODM.

Ongkos taxi shared berenam dengan 3 orang India, perorang INR.1.500 ke Nubra untuk 2 hari 1 malam. PAP kami fotocopy dahulu, karena akan diminta oleh pos pemeriksaan. 

Di perjalanan kembali ke penginapan, kami membeli momo & telur rebus yang dijual di mobil di pinggir jalan. Momo mirip pastel tapi isinya wortel dan kol, ada yang direbus atau digoreng. 1 porsi momo isi 10, INR 80. Telur rebus untuk sarapan besok INR 10/butir. Kebanyakan orang yang membeli, makan sambil berdiri.


Kami membereskan tagihan kamar, makan dan laundry. Ternyata harga kamar dan laundry tidak sesuai dengan yang dikatakan di awal. Kamar kami ditagih 1.200 per malam. Laundry yang seharusnya 30 untuk baju dan 40 untuk celana dihitung 50 lalu ditambah biaya entah apalagi. Saya sebal sekali, setelah sebelumnya juga membatalkan kesepakatan trip. Cuma teman-teman saya sudah malas komplain, jadi akhirnya kami bayar saja.

Pemilik penginapan bukan orang asli Ladakh, jadi sepertinya benar meski tinggal di Ladakh tetap saja tipu menipu masih dilakukan.

Kami yang semula berniat kembali menginap disitu sepulang dari Nubra, memutuskan tidak akan kembali lagi.