2013/12/03

Thailand Trip Nov'13 - Day 3 - Chiang Rai - Golden Triangle - Mae Sai - Karen Tribe

Pukul 7.15 kami sudah dijemput dengan Van. Di dalam van sudah ada 2 orang, kami masih berkeliling menjemput beberapa orang peserta tur lainnya hingga total 13 orang, ditambah pemandu dan supir jadi 15 orang. Pemberhentian pertama di Chiang Rai Hot Spring, sumber air panas yang memancar naik, berada di tengah-tengah pasar yang sengaja dibuat untuk turis, sehingga terasa tidak alami. Kami diberi waktu 30 menit untuk berkeliling dan mencoba merendam kaki di bak-bak yang diisi air dari hot spring, disarankan tidak lebih dari 10 menit saja.

a
Hot Spring Chiang Rai
Destinasi berikutnya Wat Rong Khun atau White Temple, kuil berwarna putih yang dibangun oleh Ajarn Chalermchai Kositpipat beserta pengikutnya, dengan dana pribadi. Beliau memilih warna putih, berbeda dengan kuil lain yang umumnya berwarna emas. Bangunan toiletnya berwarna emas. Wat Rong Khun, bebas biaya masuk, siapapun dipersilakan datang berkunjung.

Bentuk bangunan dengan ukiran yang sangat rumit, sangat cantik, apalagi dengan latar belakang langit biru. Untuk masuk ke kuil, kita melewati jembatan, dimana seolah-olah kita melewati ladang kengerian, dimana tangan-tangan muncul dari bawah menggapai.
Dinding di dalam kuil dipenuhi lukisan, anehnya terdapat karakter Doraemon, Superman, Spiderman, Ultramen, dll. Dalam salah satu tulisan, beliau mengatakan bahwa beliau ingin menyampaikan bahwa sebenarnya superhero itu tidak ada untuk menyelamatkan dunia namun kita memang membutuhkan pahlawan karena kemerosotan moralitas. Sayangnya kita tidak diperbolehkan memotret sisi dalam kuil.

Wat Rong Khun - White Temple

Wat Rong Khun - White Temple
30 menit telah berlalu, kami melanjutkan perjalanan menuju Golden Triangle yaitu Chiang Sen border. Kami menggunakan boat untuk mengelilingi lokasi Golden Triangle melalui Sungai Mekong. Boat trip tidak termasuk dalam paket yang kami ambil, jadi kami harus membayar lagi ongkos perahu 300 thb dan 30 thb untuk pajak masuk Donesao Island, pasar di perbatasan wilayah Laos.



Boat trip dimulai dengan melewati Chiang Saen border (Thailand) dimana terdapat patung Budha besar, lalu perbatasan Myanmar dimana terdapat kasino pertama yang didirikan di Golden Triangle. Di tengah-tengah terdapat pulau kecil yang tidak dimiliki oleh  negara manapun (no man's land), disinilah tempat perdagangan opium.  Perjalanan berlanjut  menuju perbatasan Laos melewati kasino Romans King yang baru diresmikan. Kami berlabuh di Donesao Island, pasar yang menjual suvernir, kami harus membayar pajak 30 thb. Transaksi disini menggunakan thb meskipun mata uang Laos adalah Kip, 1 thb = 250 kip. Saya membeli beberapa kaos dengan gambar peta Golden Triangle di sini, saya penggemar peta ;p. Ternyata kaosnya buatan Thailand. Penjual kaos, seorang bisu namun tidak menghalangi komunikasi kami yang menggunakan bahasa tangan dan kalkulator hahaha.....

Kami hanya diberi waktu 30 menit, jadi tidak lama harus kembali ke perahu. Perjalanan kembali ke dermaga selama 30 menit, jadi total 1,5 jam kami habiskan di sini.

Golden Triangle

Golden Triangle

Donesao Market, Laos
Kami makan siang hampir jam 2 siang, sudah termasuk dalam paket tur. Makan siang prasmanan, ada menu barat dan Thai, sayangnya buah-buahan cepat habis, sebab banyak rombongan tur yang datang makan siang.

Mae Sai, perbatasan Thailand dengan Myanmar (Tachilek) yang dipisahkan oleh sebuah jembatan merupakan tujuan kami selanjutnya. Separuh jembatan milik Thailand, separuh lagi milik Myanmar, hanya selompatan saja kita bisa mengunjungi 2 negara ;D.

Disini kami hanya diberi waktu 30 menit untuk melihat-lihat. Jika ingin menyeberang ke Myanmar, harus melewati imigrasi dan membayar visa 500 thb.Saya dan teman saya tidak menyebrang, karena waktu yang singkat, selain teman saya juga tidak membawa paspornya yang masih ditahan di tempat sewa motor. Namun kami dapat melihat jembatan dari sisi Thailand melalui jalan kecil di pasar. Toh nantinya kami akan mengunjungi Myanmar, jika ada kesempatan. Semoga....

Mae Sai  (Thailand-Myanmar Border)
Mae Sai, kota perbatasan yang sangat ramai, saya rasa begitulah seharusnya. Bahkan pembatas jalan yang hanya setengah meter saja jadi tempat berdagang, mobil tidak ada tempat parkir sehingga harus putar beberapa kali sambil menunggu peserta tur kembali.
Penduduk di perbatasan Mae Sai sepertinya menikmati kesejahteraan yang sama dengan kota lainnya. Saya berharap kota-kota perbatasan kita juga bisa demikian, bukan hanya berita menyedihkan saja yang terdengar. Thailand sangat pandai mengemas pariwisatanya, kita bisa belajar dari mereka.

Destinasi terakhir trip adalah mengunjungi suku Akha, Palong dan Karen yang terkenal dengan leher dan telinga panjang. Saya kira lokasi masing-masing suku di tempat yang berbeda, ternyata berada di satu tempat saja, jumlah mereka tidak terlalu banyak tapi untung saya masih melihat bayi dan anak-anak, artinya mereka belum akan punah. Mereka menjual kerajinan tangan. Suku Karen berasal dari Burma/Myanmar, mereka menjual kain hasil tenunan. Semua orang sepertinya sadar kamera, siap untuk difoto.


Karen Tribe (long neck, big ears)
Perjalanan kembali ke Chiang Mai, semuanya tertidur. Sampai di CM sekitar jam 20.30. Kami diantar kembali ke hotel. Ternyata lokasi Saturday Walking Market tidak jauh dari penginapan, hanya di ujung jalan saja, jadi kami menaruh barang-barang di hostel, ganti sandal dan keluar lagi ke pasar sabtu malam. Berbelanja sedikit dan mencoba beberapa makanan. CM punya 3 pasar malam di lokasi yang berbeda: Night Bazaar (setiap malam), Saturday Walking Market (sabtu malam, Wualai road, tidak jauh di depan CM Gate), Sunday Walking Street (minggu malam, Ratchadamnoen street, di dalam kota tua).
Di jual berbagai macam kerajinan tangan, suvenir, makanan dari seafood sampai serangga. Sempatkan mengunjunginya, meskipun hanya melihat-lihat, nikmati berjalan-jalan di malam hari sambil mencoba cicipi makanan lokal. Kami sempat mencoba sate cumi bakar dan salad mangga yang asam pedas.

Wualai road - Saturday Walking Market
Malam sebelum tidur, kami mendapat kabar dari teman kami yang berada di Bangkok melalui Skype bahwa Bangkok penuh dengan demonstran, tepatnya di sekitar Democracy Monument. Kebetulan teman saya menginap persis di depannya. Katanya mereka demo sampai pagi, ramai sekali sampai tidak bisa tidur. Kami berdoa supaya saat kami kembali ke Bangkok, demo sudah reda. Amin.....

Bersambung...... Day 4



Tidak ada komentar:

Posting Komentar