Yang penting ada fasilitas wifi-nya karena sudah beberapa hari kami tidak dapat akses internet, bahkan di penginapan, katanya internet di Leh semuanya mati.
Beruntung kami dapat akses internet di cafe itu. Kami memesan pancake, kopi dan teh untuk sarapan.
Breakfast @Open Hand Cafe, Leh |
Selesai sarapan, kami menuju Pashmina Hut, sesuai janji dengan Mir. Sepajang jalan banyak orang Ladakh ramah menyapa "Julley", sapaan yang memiliki banyak arti, hallo, apa kabar, selamat datang/pagi/siang/malam, terima kasih, dsb.
Berada di Ladakh serasa bukan bagian dari India, secara fisik orang Ladakh lebih mirip orang Tibet, merekapun jauh lebih ramah ketimbang orang India di Delhi misalnya. Juga lebih jujur dan baik hati. Leh kota turis, karenanya penduduk sudah terbiasa dengan orang asing. Bahkan pariwisata merupakan mata pencaharian mereka, jadi memang tepat jika mereka bersikap ramah ke pengunjung.
Mir belum datang, jadi kami putuskan untuk pergi sendiri ke Tourist Information Centre (TIC) yang ternyata tidak jauh dari toko Mir. Di TIC kami diberitahu kalau ada perubahan aturan, pengurusan permit harus melalui travel agent dan bukan di TIC tapi di Office District Magistrate (ODM). Di TIC ada 1 ruangan yang dijadikan museum tentang Ladakh, kami melihat-lihat sebentar sebelum pergi.
Leh Tourist Information Centre |
Untuk mengurus PAP, kami harus memberikan passport & kartu Environmental Fee yang telah kita bayar sebelum masuk Leh, dengan kartu ini dapat mengurangi biaya PAP. Jika hilang maka harus membayar fee yang sama. Destinasi yang dikunjungi dan durasi ijperin mempengaruhi biaya permit. Travel mengenakan biaya pengurusan INR 500 untuk 1 grup permit.
Kami diminta untuk mengambil trip ke Nubra di travel itu, karena dengan mengurus PAP mereka bertanggung jawab terhadap pemberian PAP tsb. Kebetulan kami memang harus mencari shared taxi karena pembatalan kemarin.
Pengajuan PAP seharusnya bisa dari internet tapi internet di Leh sedang mati, jadi travel harus urus langsung dan input di komputer kantor ODM.
Trip ke Nubra bisa dilakukan dalam 1 hari, tapi kami ambil trip 2 hari dan menginap semalam di Nubra. Biasanya travel-travel akan menempel pengumuman butuh berapa orang lagi untuk share, semakin banyak orang bergabung, ongkos akan makin murah. Tinggal jadwalnya dan tujuannya cocok atau tidak.
Kami kembali ke penginapan. Kami beritahu ke pemilik penginapan kalau kami sudah urus PAP & shared taxi di travel agent, tapi masih kurang orang jadi saya berikan kartu nama travel, kalau ada yang mau gabung.
Lany masih belum kembali dari yoga. Sambil menunggu dia pulang, kami putuskan makan siang di Open Hand Cafe lagi. Kami memesan vegeterian fried rice & omelet, porsinya banyak sampai tidak habis. Lany datang dan makan di situ juga. Internet ternyata sudah tidak bisa diakses lagi. Tadi pagi kami beruntung masih dapat akses.
Selesai makan kami berangkat ke travel lagi. Baru beberapa meter, Lany tidak bisa lanjut, sakit kepala katanya, dia mau balik ke kamar saja. Sepertinya kecapekan setelah ikut yoga selama 3 jam, terlau semangat.....
Saya berdua Sisca lanjut ke travel. Kami diminta untuk kembali sekitar jam 6 sore, sekalian memastikan biaya transport dibagi berapa orang untuk ke Nubra Valley besok pagi.
Changspa Road on the way to Shanti Stupa |
Hari masih panas, jadi kami duduk-duduk dahulu sebelum mendaki sampai agak sore. Kami mengobrol dengan keluarga dari Florence, Italy, ayah, ibu dan anak perempuannya mungkin 10 tahun yang ternyata sering mengunjungi Indonesia. Malah beberapa destinasi yang belum kami kunjungi. Si Ibu bercerita kalau anaknya suka sekali Indonesia terutama lautnya.
Shanti Stupa berkubah putih, dibangun mulai tahun 1983 oleh biksu Jepang dan Ladakh, diresmikan Agustus 1991 oleh Dalai Lama. Bertujuan untuk memperingati 2500 tahun agama Budha, perdamaian dan kemakmuran dunia.
Konstruksinya berbeda dengan arsitektur gaya Ladakh. Terdiri dari 2 tingkat, tangga mengarah ke tingkat pertama terdapat Dharmchakra, seperti dalam pita putih dari bendera India dengan dua rusa di setiap sisi, juga gambar Sang Budha dalam warna emas.
Pada tingkat kedua menggambarkan kelahiran Budha, mengalahkan setan dengan meditasi, Sang Budha wafat, semuanya dalam warna cerah.
Dari Shanti Stupa kita bisa melihat Leh, Istana Leh, Lembah Indus, beberapa desa di sekelilingnya.
Turun dari Shanti Stupa, kami mampir membeli roti di toko roti Jerman, kami lihat banyak resto Jerman di Leh.
PAP sudah jadi, rincian biaya terdiri dari 60 untuk red cross, wild life fee 300, environment fee 900 total untuk bertiga 1.260, ditambah biaya pengurusan oleh travel 500, lalu dikurangi dengan environment fee karena kami menyerahkan kartu kami.
Seminggu sekali travel dapat menagih penggantian environment fee tadi dengan menukarkan kartu ke ODM.
Ongkos taxi shared berenam dengan 3 orang India, perorang INR.1.500 ke Nubra untuk 2 hari 1 malam. PAP kami fotocopy dahulu, karena akan diminta oleh pos pemeriksaan.
Di perjalanan kembali ke penginapan, kami membeli momo & telur rebus yang dijual di mobil di pinggir jalan. Momo mirip pastel tapi isinya wortel dan kol, ada yang direbus atau digoreng. 1 porsi momo isi 10, INR 80. Telur rebus untuk sarapan besok INR 10/butir. Kebanyakan orang yang membeli, makan sambil berdiri.
Kami membereskan tagihan kamar, makan dan laundry. Ternyata harga kamar dan laundry tidak sesuai dengan yang dikatakan di awal. Kamar kami ditagih 1.200 per malam. Laundry yang seharusnya 30 untuk baju dan 40 untuk celana dihitung 50 lalu ditambah biaya entah apalagi. Saya sebal sekali, setelah sebelumnya juga membatalkan kesepakatan trip. Cuma teman-teman saya sudah malas komplain, jadi akhirnya kami bayar saja.
Pemilik penginapan bukan orang asli Ladakh, jadi sepertinya benar meski tinggal di Ladakh tetap saja tipu menipu masih dilakukan.
Kami yang semula berniat kembali menginap disitu sepulang dari Nubra, memutuskan tidak akan kembali lagi.