Sampai di spot yang sempit, saya beruntung masih dapat tempat untuk berdiri. Spot terdepan dan terbaik sudah diambil orang. Beberapa orang sudah memasang tripod. Saya perhatikan, orang China kebanyakan menggunakan smartphone jika tidak kamera profesional untuk memotret, hampir tidak ada yang menggunakan kamera poket seperti saya. Mungkin kualitas kamera smartphone-nya sudah bagus.
Menanti detik-detik sang surya nongol dalam dingin. Seruan kagum serentak saat matahari muncul. Makin terang, makin terlihat lautan awan di bawah kami, dengan beberapa puncak gunung batu yang unik bentuknya. Sungguh keputusan yang tepat untuk naik Huangshan kemarin.
Keindahan tidak bisa diungkapan dengan kata-kata. Beberapa tangkapan kamera mungkin bisa menggambarkannya.
Sunrise at Mt. Huangshan |
Sea of cloud at Mt. Huangshan |
Dalam perjalanan turun ke kamar, saya bertemu Fish. Lalu dia mengantar saya ke kamar. Kami tidak diberi kunci kamar, jadi saya cari orang yang bisa membukakan kamar. Ternyata sampai di kamar, sudah ada orang yang membereskan kamar, mengganti sprei, sarung bantal dan selimut. Padahal barang-barang saya dan Yen Yen masih ada di dalamnya. Ketiga teman sekamar kami sudah tidak ada.
Saya ingin makan dahulu sebelum turun. Saya membeli nasi dan lauk instan sebelum naik Huangshan (15 yuan). Isinya terdiri dari nasi setengah matang (saya kira), lauk, air, masing-masing dibungkus plastik dan 1 bungkus saya tidak tahu apa tapi fungsinya menjadikan air jadi panas sampai beruap untuk memanaskan nasi dan lauk. Wah benar-benar teknologi hebat, baru kali ini saya lihat. Semoga segera ada di Indonesia, ini praktis sekali, cocok untuk orang Indonesia yang tidak bisa tidak makan nasi hehehe.....
Fish membantu saya menyiapkan makanan saya. Nasi dibuka dan di taruh di wadah plastik yg tersedia di kemasan, lauk di taruh di atas nasi. Bungkusan pemanas diletakkan di wadah plastik yg lebih besar, lalu air dalam plastik dituangkan. Wadah berisi nasi dan lauk tadi ditaruh di atas air yang memanas. Lalu ditutup sampai uap panas keluar. waalaaa..... nasi dan lauk matang, siap disantap panas-panas. Hmmm.....cukup enak apalagi di udara yang dingin. Porsinya cukup besar, saya hanya sanggup makan setengahnya saja.
Nasi dan lauk instan |
Lalu saya seduh kopi yang saya bawa dari Jakarta. Saya berikan ke Fish beberapa bungkus beserta mie cup yang belum sempat saya buka, karena Fish lebih memerlukannya, dia memutuskan untuk lanjut menjelajah Huangshan dan akan menginap semalam lagi.
Sudah lewat jam 8, tapi Yen Yen belum muncul juga. Fish bilang tinggal saja, lalu saya minta dia menulis dan meninggalkan pesan kalau kami melanjutkan perjalanan. Sebelum turun gunug, saya ingin melihat tempat yang dinamai Fairy Walking Bridge, sepertinya tidak jauh dari Baiyun. Fish bersedia menemani saya. Sekitar pukul 9.30 saya memutuskan untuk kembali ke arah Baiyun untuk menuju arah turun gunung. Kami berpisah dan saya kembali sendirian.
Sesampai di pertigaan jalan, saya bingun mana arah turun gunung, sebab jalan lurus ke arah ke Baiyun sedang jalan lainnya mendaki. Tak lama ada pasangan yang lewat, saya tanya menggunakan peta mana arah turun gunung, lalu yang wanita bertanya ke orang lewat. Ternyata yang benar arah yang mendaki. Saya mengikuti mereka, sesekali jika saya tertinggal, saya ditungguin. Aduh untung juga ya.....
Sampai di suatu persimpangan, mereka akan berbelok mampir mengambil arah lain dulu. Jadi saya lanjut sendirian turun. Tapi kemudian saya bertemu rombongan tur, jadi mereka saya jadikan patokan. Saya harus langsung turun karena takut tertinggal bus terakhir ke Tunxi jam 5 sore. Langkah turun saya seperti kura-kura, pelan sekali. Paha dan betis sakit, jalan menurun terus hanya sekali-kali saja mendaki.
Akhirnya pukul 15.30 sampai juga saya di bawah. Membeli tiket bus ke Tangkou 19 yuan. Tak lama kemudian bus berangkat. Saya turun di terminal tempat kami kemarin naik bus. Ternyata hanya 2 orang termasuk saya yang turun, lainnya lanjut entah kemana. Lalu saya mencari mini bus ke Tunxi di depan restoran yang kemarin.
Ada mini bus yang berangkat, saya berlari-lari memanggil. Lalu saya tunjukan tulisan Tunxi. Ternyata benar dan sayapun naik. Rupanya saya satu-satunya penumpang. Lalu bus keliling ke hotel-hotel mengambil penumpang. Nah sampai di perbatasan Tangkou, busnya berhenti. Rupanya kami dioper ke mini bus lainnya. Di bus ini baru kami dimintai ongkos, hanya 17 yuan.
Sampai di terminal Tunxi, saya memutuskan untuk langsung ke Tunxi Ancient Street. Kita bisa naik bus nomor 1,2 atau 8, turun di halte Er Ma Lu. Memasuki Tunxi Ancient street seperti di film-film silat. Sepertinya jalan tua ini memang untuk turis. Sepanjang jalan banyak toko-toko tua, ada juga restoran dan museum. Mereka menjual suvenir, jajanan khas Tunxi, lukisan, kipas, berbagai macam teh, lalu ada juga yang menjual olahan cabe, acar dan berbagai makanan pembuka. Saya membeli kue seperti pia, khas Tunxi untuk oleh-oleh. Kue ini terkenal dan enak.
Hari sudah gelap, saya pulang ke hostel dengan berjalan kaki setelah lama menunggu bus tidak muncul. Saya sempat tersesat, tapi akhirnya sampai juga ke hostel. Mengambil tas saya di penyimpanan lalu ke kamar. Kali ini saya mendapat kamar dorm 6 bed tapi dengan kamar mansi dalam. oh ya Yen Yen bilang dia hanya membayar kamar 30 yuan saja, sedang saya kena 40 yuan huhuhu...... Hostel sepi, kamar saya hanya berisi 3 orang saja.
Saya berberes dan istirahat, besok pagi saya akan ke Hangzhou, destinasi terakhir trip ini sebelum pulang ke Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar