Bagan sendiri terdiri dari 3 area: Nyaung-U, Old Bagan dan New Bagan. Dari informasi yang saya baca, Nyaung-U tempat penginapan murah untuk backpacker. Old Bagan merupakan area luas tempat kuil Budha, stupa, pagoda dan reruntuhan berasal dari abad 11-12, dimana tidak ada rumah penduduk disekitarnya. Sedangkan New Bagan, area hotel, resort dsb.
Pukul 4 pagi, hari masih gelap gulita sampailah bus di terminal bus Bagan yang baru, sekitar 7 kilometer dari Nyaung-U. Begitu turun dari bus, kami dikerumunin banyak orang yang menawarkan untuk membawa kami ke kota dan penginapan. Kami tidak memesan penginapan, selain untuk hari pertama kedatangan kami di Myanmar.
Kami memutuskan untuk duduk dahulu menunggu, sampai akhirnya tinggal kami yang menjadi sasaran kerumunan orang. Semuanya berebut untuk menjajakan layanannya. Sampai akhirnya kami memilih seorang bapak, yang menawarkan untuk mengantar dan membantu mencari penginapan sesuai pilihan kami. Kami kira si bapak, supir yang akan mengantar kami ternyata juga calo. Si bapak menanyakan akan kemana kami setelah Bagan, tiketnya bisa dibeli sekarang karena sudah buka.
Pengalaman kami di Yangon, jika beli tiket bus di penginapan akan lebih mahal harganya. Maka kami memutuskan untuk membelinya di terminal. Tiket bus Shwe Man Thu ke Mandalay dengan keberangkatan jam 21.30 dan gratis dijemput dari hotel kami, seharga 8.000K.
Ternyata kami diantar oleh orang lain, supirnya tidak bisa bahasa Inggris tapi keneknya cukup mengerti. Kami membayar 1.000K per orang, belakangan baru tahu sepertinya kemahalan.
Di tengah jalan kami diberhentikan, dan harus membayar tiket masuk Bagan Archaeological Zone seharga $15. 15.000 jika membayar dengan Kyat atau 15 EUR ;(
Memasuki Nyaung-U kami diantar melihat penginapan yang mungkin rekanan si supir, tapi tidak cocok. Supir hanya mau mengantar ke 3 tempat saja. Akhirnya kembali ke penginapan yang pertama meskipun tidak terlalu bagus. Tidak sengaja kami melihat guest house di depannya sepertinya masih baru dan bagus, jadi kami coba masuk.
Setelah melihat kamarnya dan harga cocok, kami memutuskan untuk menginap di Saw Nyein San Guesthouse untuk 2 malam. 1 kamar bertiga $35/malam, menurut pemiliknya harga sudah didiskon karena low seson. Kamar cukup luas dengan AC, kamar mandi dalam, TV dan termasuk sarapan. Kami harus menunggu sampai jam 12 siang, karena kamar masih dihuni.
Kami diberitahu untuk jalan-jalan dahulu melihat pagoda di area Nyaung-U, tidak jauh untuk dicapai dengan jalan kaki. Hari masih belum pukul 8 pagi, jalanan masih sepi. Sepertinya orang Bagan bukan "morning person" seperti di Yangon. Seorang teman baru dari Korea yang juga menginap di situ, bergabung bersama kami.
Pemberhentian pertama kami di kuil yang namanya kami tidak tahu karena papannya bertuliskan huruf Myanmar, tanpa huruf latin. Cukup bagus dan terawat. Seorang anak kecil membukakan pintu kuil, dan mengajak kami masuk dan naik ke atas. Di atas kami bisa melihat pagoda sekitarnya.....cukup mengagumkan.... Ini fotonya.
Tak lama kemudian kami menemukan Shwezigon. Shwezigon menyimpan replika gigi Budha di Kandy, Srilanka. Masih aktif digunakan untuk ibadah, cukup terawat.
Tidak terlalu ramai pengunjung, kami bertemu dengan pasutri Myanmar yang minta foto bersama kami ;p lalu ada bapak dari Singapore yang membantu mengambil foto.
Hari mulai panas terik, jam 11 kami kembali ke penginapan. Setelah sebelumnya makan siang dahulu. Sekembalinya di penginapan ternyata kamar sudah siap, kami diperbolehkan masuk. Beres-beres, mandi sekalian cuci baju lalu tidur siang.....zzzzzz......
Sekitar jam 4 sore, cuaca sudah tidak terlalu panas, kami keluar untuk jalan-jalan. Kami menemukan ada museum Thanakha. Semua orang Myanmar memakai Thanakha, bahkan di kota seperti Yangon, thanakha umum dipakai. Dari bayi, anak-anak sampai orang tua. Biasanya laki-laki tidak menggunakannya setelah lewat masa puber, namum wanita tetap menggunakannya sampai tua. Mereka menggunakannya sebagai all in one kosmetik, tabir surya, bedak pendingin wajah dan badan.
Awalnya saya kira thanaka terbuat dari beras yg ditumbuk seperti bedak dingin yang biasa dipakai di Indonesia. Ternyata thanakha terbuat dari kulit kayu pohon thanakha yang tumbuh di daerah Myanmar tengah yang kering.
Penggunaan tradisionalnya, dengan menggilingkan kulit kayu itu ke batu bulat yg diberi air. Cairan hasil gilingan tersebut dioleskan ke muka, bagian pipi dan hidung akan dioles lebih tebal.
Kayu-kayu thanaka dijual dimana-mana, bahkan di pasar. Harganya bervariasi tergantung ketebalan kulit kayunya. Namun thanaka sudah diolah sebagai cream yang dikemas praktis, tinggal menambahkan air saja untuk pemakaiannya, bahkan sudah ada dalam bentuk bedak 3 way cake dan lotion. Kami membeli dan menggunakan thanaka, ternyata nyata khasiatnya. Kami kira produk thanaka ini hanya dijual di toko museum thanaka, ternyata kemudian kami menemukan produk itu dijual di banyak kota dan harganya jauh lebih murah dibandingkan di Bagan. Segala sesuatu lebih mahal di Bagan. Bagan sangat tergantung pada turisme.
Sebelum kembali ke penginapan kami makan malam dahulu di pasar. Mi ayam lagi tapi beda cara memasaknya, bumbunya mirip dengan mi goreng instan kita.
Malam pertama di Bagan, tidur nyenyak.....
TIPS
- Pakai sandal/sepatu yang mudah dibuka agar tidak repot karena kita harus melepas alas kaki sebelum masuk pagoda/temple.
- Jangan membeli oleh2 di Bagan, harganya jauh lebih mahal dari Mandalay, Inle dan Yangon.
- Pada low season, kita dapat menawar harga penginapan maupun transportasi.
- Memakai thanakha cukup manjur untuk mendinginkan wajah dan mencegah kulit terbakar matahari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar