Kami memutuskan untuk turun dan melihat situasi. Ternyata kami harus menunggu sampai jam 4 pagi untuk masuk ke Mandalay. Supir bus dengan santainya, menggelar tikar di depan bus dan tidur.....walah.....
Penumpang yang sudah tidak bisa menahan kecing, membuang hajatnya di semak-semak pinggir jalan. Tidak ada fasilitas apapun disekitar gerbang. Petugas yang berjaga juga hanya duduk ditempatnya saja. Sementara beberapa orang bermain dadu. Beberapa orang lainnya tidur atau duduk-duduk di tepi jalan, meluruskan kaki. Beberapa orang berbincang dengan teman baru sesama penumpang. Sebagian tetap tinggal di dalam bus.
At Mandalay city gate : waiting for curfew ends |
Lewat pukul 5, kami didekati oleh seorang anak muda yang gigih menawarkan hotel dan taxi untuk mengantar kami. Dengan pengalaman yang kurang mengenakkan di Bagan, kami tidak berminat untuk menerima tawarannya. Namun dia mau mengantar kami ke agen bus ke Inle (kotanya bernama Nyaung Shwe). Tiket bus VIP Shwe Nan Taw dengan kursi 2+1, lengkap dengan toilet di dalamnya seharga 10.500K.
Kami memutuskan untuk keluar dahulu dari terminal bus, tak lama kemudian kami melihat rumah makan besar, ramai menjual sarapan. Ada cakwe (iya namanya sama dengan di Indo), bacang, bakpao dan tentunya mie. Makanannya enak dan murah. Namun telihat banyak perkerja anak-anak di sini.
Dari info yang saya baca, banyak penginapan murah di sekitar 25th street. Penamaan jalan di Mandalay menggunakan angka. Ternyata ada angkot dr depan rumah makan itu yang rutenya melewati 25th street. Komunikasi dengan kenek angkot dengan menunjukkan peta yang kami peroleh di bandara. Angkot seharga 500K, kalau naik taxi mungkin 5-6 ribu Kyat.
Turun di 25th street, kami menyusuri jalan sambil melihat-lihat dimana ada penginapan, akhirnya kami masuk ke Hotel Nylon, hotelnya sudah tua namun letaknya strategis. Dan ternyata harganya masih masuk dalam budget kami. Kamar bertiga dengan AC (meskipun kurang dingin), kamar mandi dalam, termasuk sarapan $30. Kamarnya bersih namun tidak ada lift, letaknya di lantai 3 (sebenarnya naik 4 lantai). Akses Wifi hanya ada di loby hotel.
Setelah menyelesaikan administrasi, saya bilang ke manajer hotel, kalau kami ingin mengunjungi Amarapura, Sagaing dan Inwa. Si bapak menawarkan untuk sewa mobil 33.000K bertiga, jadi masing-masing 11.000K. Kami akan diantar anaknya. Sepakat untuk berangkat jam 8.30, setelah kami mandi dan berberes terlebih dahulu.
Pemberhentian pertama di Mahamudi Pagoda, dimana terdapat patung Budha dari perunggu berlapis keemasan setinggi 4 meter dan berat 6,5 ton, memakai mahkota dihiasi berlian, ruby dan safir. Disini wanita tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan dimana patung Budha berada, namun terdapat beberapa layar TV yang memperlihatkan ruangan tersebut. Banyak laki-laki yang berdoa dan menggosokkan kertas keemasan ke patung.
Mahagandayon Monastery, Amarapura didirikan tahun 1914, dimana merupakan biara tempat belajar dan tinggal sekitar 1.700 orang biksu. Kami datang beberapa menit sebelum pukul 10 pagi, waktunya biksu-bisksu berbaris untuk makan. Tempat ini menjadi salah satu desinasi turis di Amarapura. Terlihat papan besar peraturan untuk pengunjung. Di salah satu lorong berjajar rapi sandal biksu, yang dilepas saat mereka mengambil makanannya.
Kami diantar di pabrik penenunan kain Myanmar. Motifnya mirip dengan tenun sumba, beberapa mirip dengan ulos Batak, Sumatra. Menurut saya masih lebih bagus tenun Indonesia.
Melewati jembatan Inwa yang menghubungkan antara Mandalay dengan Sagaing melintasi sungai Irrawaddy, kita bisa melihat Sagaing Hill dari kejauhan. Kami sempat berhenti sebentar mengambil beberapa foto.
Kami diturunkan di kaki bukit dimana Sone Oo Pone Nya Shin Pagoda berada di puncaknya. Bentuk pagoda ini bagai miniatur dari Shwedagon yang ada di Yangon. Ada tangga naik ke puncak hanya tidak setinggi mount Popa.
Inwa atau Ava terletak 21 km dari Mandalay, dapat dicapai sekitar 30 menit dengan mobil.
Terdapat kawasan kota tua peninggalan Kerajaan Ava. Kita harus naik boat untuk mencapai kawasan tersebut lalu menjelajah dengan delman atau jalan kaki. Hari sudah sian dan panas terik, dengan pertimbangan sudah capek jalan kaki dan mahalnya sewa delman, maka kami memutuskan untuk langsung menuju U Bein Bridge di Amarapura, sekalian makan siang di sana.
U Bein Bridge yang panjangnya 1,2 km, merupakan salah satu obyek foto yang terkenal saat sunset. Makan siang di sekitar U Bein Bridge, enak dan tidak terlalu mahal. Kali ini kami pesan ikan goreng dan udang goreng, lalu nanas dan semangka. Banyak rumah makan yang didirikan dipinggir sungai dengan pemandangan ke sungai. Selesai makan kenyang, kami duduk-duduk sampai ketiduran sambil menunggu waktu sunset, nikmatnya.....setelah semalam kami tidak tidur.
Sore kami terbangun (untung tidak diusir sama pemilik warung makan hihihi....) lalu berjalan menyusuri jembatan, sekali kali memotret. Ada penjual makanan, suvenir, bahkan peramal yang membuka praktek di atas jembatan. Anak-anak sekolah pulang berjalan kaki atau bersepeda. Dibeberapa tempat disediakan tempat duduk untuk istirahat menikmati pemandangan.
Kami sempat melihat ada pengambilan foto pra-wedding dengan kosum warna pink, jadi ikutan deh..... Pengambilan foto dilakukan dengan perahu dari sungai. Rupanya foto-foto sunset U Bein Bridge juga diambil dari sungai dengan boat. Kami memang melihat beberapa boat disewa orang yang memotret jembatan. Kami tidak mungkin sewa boat, jadi kami memutuskan tidak menunggu sampai sunset, lagipula cuaca berawan. Sekitar pukul 6 sore kami memutuskan kembali ke hotel.
Hari ini jam malam masih diberlakukan. Kami ingin melihat situasi jam malam dari jendela kamar, tapi hanya rupanya terlalu lelah untuk menunggu 5 menit saja dari pukul 9 malam, kami sudah tertidur....zzzzzzzzzzzzz
Esok pagi, kami akan ke Mandalay Hill, yang bagus saat sunrise.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar