Selesai sarapan banana pancake dan kopi, perjalanan hari ini ke desa adat suku Bena. Sepanjang jalan kami lihat di depan rumah, ada kuburan. Rupanya orang Flores mengubur anggota keluarga di depan rumah.
Ada dua kampung suku Bena, kami ke kampung Loba lebih dahulu di sini hanya tinggal beberapa rumah, sedang di desa Ngada lebih besar. Di tengah kampung ada beberapa kuburan, salah satunya bertahun 1614. Suku Bena hidup dari membuat tenun ikat, bertanam vanili dan kopi.
|
Kampung Loba |
|
Desa Ngada |
|
Vanili |
|
Anak-anak suku Bena |
Menurut adat suku Bena, orang yang meninggal tidak wajar misalnya jatuh dari pohon, digigit ular, dibunuh, tidak bolah di kubur di dalam kampung tapi harus di luar dan harus diupacarakan dengan menyembelih kerbau, sapi atau kuda. Untuk pernikahan, jika disetujui maka seserahan 1 kuda dan 1 sapi. Kalau tidak disetujui harus menyerahkan 9 kuda dan 9 sapi. Suku ini menganut sistem matriakal, laki-laki harus tinggal di rumah istri.
Sempat mampir di pantai batu biru, dimana pantainya banyak batu-batu berwarna biru. Beberapa ibu-ibu mengumpulkan batu di pantai untuk di jual, kebanyakan diekspor ke Eropa. Batu dipisahkan menurut ukurannya.
|
Pantai Batu Biru |
Kami makan siang di RM Handayani yang menjual ayam bakar dan bakso, masakannya enak, yang punya orang Solo.
Kami melewati kota Ende, mampir di tempat bung Karno dulu diasingkan tahun 1933, sayang kami tidak bisa masuk ke rumahnya, tidak ada yang jaga. Hanya sempat memotret patung bung Karno saja.
|
Patung Bung Karno - Ende |
Di Ende kami sempatkan mampir melihat-lihat tenun Flores. Sampai di Moni sekitar 7 malam, kami menginap di Saori Wisata. Moni adalah desa di kaki gunung Kelimutu. Untuk mengejar sunrise di puncak gunung Kelimutu harus berangkat pagi-pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar